Jepang mulai kaji kereta cepat Jakarta - Surabaya



JAKARTA. Jepang tidak mau pengalaman buruk pada proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung, yang dimenangkan China terulang di proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya. Untuk itu, pihaknya sudah melakukan sejumlah langkah terkait proyek penting tersebut.

Bahkan, Japan Bank for International Cooperation (JBIC) mengaku sudah mulai melakukan studi kelayakan untuk proyek kereta api cepat Jakarta-Surabaya. Meskipun masih terlalu dini untuk diambil kesimpulan, JBIC memberikan sejumlah catatan terkait rencana proyek ini.

Chief Executive Officer (CEO) JBIC Tadashi Maeda mengatakan, proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya harus mendapatkan kajian yang cukup detil. Antara lain mengenai jalur yang akan digunakan perlu ditinjau kembali.


Sebab, rencananya kereta cepat yang akan terbentang dalam jarak 150 kilo meter (KM) itu akan melewati beberapa jalur transportasi lain yang sebidang. Padahal, kereta cepat tidak boleh ada persimpangan dengan kendaraan.

"Maka bagaimana caranya mengubah jalur yang sudah ada, hatrus dilakukan studi kelayakan," kata Maeda, Kamis (20/10) di Jakarta.

Namun, hal tersebut sudah terlalu teknis. Maeda enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai rencana teknis tentang proyek yang juga belum pasti.

Yang jelas, Jepang memang akan berusaha agar bisa mendapatkan proyek ini. Maeda membuka alasan, mengapa pihaknya gagal dalam proyek Jakarta-Bandung.

Salah satunya, karena Jepang memberikan syarat kepada pemerintah agar memberikan jaminan atas proyek tersebut. Sementara China tidak demikian.

Untuk itu, dalam strategi investasinya di Indonesia kedepan, Jepang tidak akan lagi menggunakan skema penjaminan. Mengingat dari sisi risiko, investasi di Indonesia dinilai sudah lebih baik.

Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah Indonesia sudah mengalami kemajuan. Salah satunya ditunjukan dengan pengalihan subsidi energi untuk proyek infrastruktur. Selain itu, adanya batasan defisit anggaran sebesar 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) juga mengurangi kehawatiran akan risiko fiskal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia