TOKYO. Di tengah kontraksi ekonomi, ada kabar gembira dari Jepang. Oktober 2014, ekspor Jepang mencatatkan laju tercepat dalam delapan bulan terakhir. Bank Sentral Jepang yakin, permintaan global akan membantu Jepang keluar dari resesi. Setahun terakhir hingga Oktober 2014, ekspor Jepang naik 9,6% atau dua kali lipat dari angka proyeksi ekonom. Sementara, bulan sebelumnya, ekspor naik 6,9% dari setahun sebelumnya. Dari jajak pendapat
Reuters dan survei yang dilakukan
Bloomberg News, para ekonom memperkirakan, pertumbuhan ekspor Jepang di Oktober 2014 hanya 4,5%.
Mengutip
Bloomberg, volume ekspor Jepang naik 3,8% dari bulan September dan mencapai level tertinggi sejak Maret 2013. Ekspor mobil, kapal dan baja merupakan kontributor terbesar dari keseluruhan ekspor Jepang. Nilai pengiriman kendaraan bermotor ke Uni Eropa dan Asia meningkat 6,2%. Sementara, ekspor ke Amerika Serikat (AS) di bulan Oktober meningkat dua kali lipat menjadi 8,9%. J ika dilihat secara wilayah, ekspor ke Asia menyumbang lebih dari setengah dari pengiriman Jepang. Secara keseluruhan, ekspor ke Asia di Oktober 2014 meningkat 10,5% dari periode sama tahun lalu. Pengiriman ke China tak setinggi bulan September karena negara tersebut mengalami perlambatan pertumbuhan. Di September 2014, peningkatan ekspor ke China sebesar 8,7%. Sedangkan di bulan lalu, laju kenaikan ekspor ke China hanya 7,2%. Shuji Tonouchi,
Senior Fixed Income Strategist di Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities mengatakan, data perdagangan ekspor Jepang akan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan di kuartal keempat. "Data itu juga akan membantu menutup beberapa kelemahan yang kita lihat dalam permintaan domestik Jepang," ujar Shuji seperti dikutip
Reuters. Defisit perdagangan Di sisi lain, sampai Oktober, impor China naik 2,7% ketimbang periode yang sama tahun lalu. Walaupun demikian, kenaikan ini masih lebih rendah dari estimasi. Pada proyeksi sebelumnya, analis memperkirakan impor Jepang bakal melonjak hingga 3,4%.
Dengan lonjakan ekspor dan impor, defisit perdagangan Jepang di bulan Oktober 2014 mencapai ¥ 710 miliar atau sekitar US$ 6 miliar. Angka ini lebih rendah dibandingkan estimasi median yakni ¥ 1,05 triliun. Jepang mengalami defisit perdagangan selama 28 bulan berturut-turut sebagai dampak dari melonjaknya biaya impor energi. Setelah pembangkit listrik tenaga nuklir ditutup karena peristiwa kebocoran Fukushima, impor energi Jepang tinggi. "Impor akan jatuh dari bulan November sebagai penurunan harga minyak bumi mengimbangi efek dari depresiasi yen," ujar Minoru Nogimori, ekonom Nomura Securities Co, Tokyo seperti dikutip
Bloomberg. Pada bursa Tokyo, yen diperdagangkan di level 118,93 per dollar AS, setelah sebelumnya menyentuh level terendah sejak Agustus 2007. Sepanjang tahun ini, nilai tukar yen turun 11% karena Bank of Japan menerapkan program pelonggaran, sementara ekonomi AS pulih.
Editor: Yudho Winarto