Jerman Gunakan Lebih Banyak Pembangkit Listrik Batubara, Ini Alasannya



KONTAN.CO.ID - Jerman akan membatasi penggunaan gas alam untuk pembangkit listrik. Sebagi gantinya, negeri panser bakal menggunakan lebih banyak pembangkit tenaga batubara.

Langkah itu Jerman lakukan setelah Rusia secara tajam mengurangi aliran gas alam di jalur pipa mereka ke Eropa barat, sehingga menaikkan harga energi.

"Untuk mengurangi konsumsi gas, harus lebih sedikit gas yang digunakan untuk menghasilkan listrik," kata Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck, Minggu (19/6), seperti dikutip Al Jazeera.


"Pembangkit listrik tenaga batubara harus digunakan lebih banyak," ujarnya.

Baca Juga: Jerman Minta Pasokan 6 Juta Ton Batubara dari Indonesia

Raksasa gas Rusia, Gazprom, mengatakan, pengurangan pasokan melalui pipa Nord Stream karena ada pekerjaan perbaikan.

Tapi, pejabat Uni Eropa percaya, Moskow sedang menghukum sekutu Ukraina, di mana pasukan Rusia melancarkan invasi pada Februari.

Pengalihan sementara Jerman ke batubara menandai perubahan haluan bagi koalisi Partai Sosial Demokrat, Partai Hijau, dan FDP yang dipimpin Kanselir Olaf Scholz, yang telah berjanji untuk mengurangi penggunaan energi itu pada 2030.

"Ini pahit tetapi sangat diperlukan untuk mengurangi konsumsi gas," ungkap Habeck.

Baca Juga: Rusia Kantongi US$ 98 miliar dari Ekspor Bahan Bakar Fosil Selama Perang di Ukraina

Selama beberapa bulan terakhir Pemerintah Jerman telah mengambil langkah-langkah untuk mengisi fasilitas penyimpanan gas hingga kapasitas 90% pada November nanti untuk memastikan cukup gas tersedia sebagai bahan bakar pemanas selama musim dingin Eropa.

Menurut Habeck, fasilitas penyimpanan, saat ini dengan kapasitas 56,7%, masih mampu menutupi kekurangan gas dari Rusia dengan pembelian dari tempat lain.

Tetapi, dia tetap menggambarkan situasinya sebagai "serius", sehingga tindakan lebih lanjut mungkin Jerman perlukan.

Pemerintah Jerman baru-baru ini meminta warga untuk mengurangi penggunaan energi mereka mengingat situasi pasokan yang tegang.

"Jelas bahwa strategi (Presiden Rusia Vladimir) Putin adalah untuk mengganggu kami dengan menaikkan harga dan memecah belah kami," ungkap Habeck. "Kami tidak akan membiarkan itu terjadi".

Editor: S.S. Kurniawan