JAKARTA. Indonesia harus membangun nasionalisme baru untuk mencegah unsur-unsur anasir buruk dari globalisasi. Satu di antara langkah yang bisa ditempuh adalah menciptakan produk berdaya saing tinggi sehingga bisa berkompetisi dengan produk impor.Demikian siratan yang bisa diambil dari ujaran Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa dalam dialog kebangsaan bertema “Daya Saing Bangsa prospektif Ekonomi Digital dan Hegemoni Politik Dalam Era ASEAN Community 2015”“Kita tidak bisa lagi melarang jeruk China. Begitu kita larang jeruk China masuk maka Chinapun akan melarang sawit Indonesia masuk China. Akan ada trade off di situ. Tetapi yang bisa menahan itu adalah nasionalisme kita. Silakan jeruk China masuk, saya tetap makan jeruk Pontianak,” ujar Hatta di Bekasi, Minggu (23/2/2014) kemarin.Yang dimaksud Hatta dengan nasionalis baru ini katanya adalah kecintaan terhadap tanah air. Apalagi, para founding fathers bangsa mengajarkan bahwa nasionalisme Indonesia bukanlah narrow nationalism, bukan pula chauvinism.“Kita tidak takut bersaing dengan bangsa lain, tapi juga menghindari kesombongan berlebih,” jelasnya.Dalam konteks kekinian lanjutnya nasionalisme yang dibutuhkan adalah smart nationalism atau nasionalisme yang cerdas.“Xenophobia bukanlah pilihan, karena kita hidup di dunia yang makin menyatu. Bila negara lain bisa mengekspor produk, teknologi hingga budayanya, kita pun harus melakukannya. Saya melihat bangsa Indonesia punya kapasitas untuk itu, karena sebagai bangsa besar kita memiliki semuanya,” ujarnya.Dia menjelaskan, memasuki ASEAN Economic Community (AEC) 2015, Indonesia harus bisa mendorong produk yang kompetitif. Melalui AEC 2015, jelasnya, ASEAN akan menjadi pasar tunggal yang berdaya saing tinggi. Sehingga, jika produk lokal tidak mampu bersaing, Indonesia hanya akan menjadi market based. “Ini pekerjaan rumah. Jika tidak, maka kita akan gagal. Untuk memenangkan persaingan segalanya harus dipersiapkan khususnya infrastruktur, sehingga mampu menjadikan Indonesia sebagai production based,” ujarnya.Hatta optimistis, lewat segala persiapan yang dilakukan, Indonesia mampu meningkatkan volume perdagangan hingga dua kali lipat. Jika 2013 ekspor Indonesia menyentuh angka USD 180 miliar, maka dengan AEC 2015 bisa diangka USD 400 miliar.“Ini juga yang menjadi salah satu alasan mengapa kita dorong hilirisasi industri. Jangan sampai kita kaya akan sumber daya alam tapi hanya menjadi middle income trap,” cetusnya.Dia menjelaskan, dengan pelaksanaan Undang-Undang Minerba yang efektif berlaku Januari tahun ini, Indonesia sudah menghentikan ekspor barang mentah dengan konsekuensi akan kehilangan pendapatan USD 5 Miliar. Tapi, pada 2016 mendatang, neraca perdagangan diyakini akan kembali menujukkan trend positif.“Ini sebagai bentuk intervensi ekonomi yang diperlukan. Hilirisasi menjadi mutlak agar ada value di dalamnya. Karena itu, ahli teknologi dan penelitian sangat dibutuhkan dalam memajukan industri dan perekonomian kita,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum PAN ini.Lebih lanjut dia mengatakan sejumlah kebijakan ekonomi yang ditempuh selama ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia, meski terkadang ada segelintir orang yang mengkritik kebijakan tersebut, seperti dalam kebijakan penerapan UU No 4 tahun 2009 mengenai pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).“Saya secara tegas minta, sejak (12/1), tidak boleh lagi ada bahan mentah yang diekspor gelondongan. Apabila, ada yang melihat para pengusaha melakukan ekspor mineral mentah, bahan mentah yang diekspor, tangkap,” terangnya.Sikap tegas Hatta ini, bertujuan untuk melindungi kekayaan alam di perut bumi Republik ini yang diekspor secara gelondongan ke luar negeri.“Sudah cukup kita dibodohi. Bangsa ini harus lebih maju, jangan kita dibodohin terus ngerukin tanah,” tegasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Jeruk China masuk, Hatta makan jeruk Pontianak
JAKARTA. Indonesia harus membangun nasionalisme baru untuk mencegah unsur-unsur anasir buruk dari globalisasi. Satu di antara langkah yang bisa ditempuh adalah menciptakan produk berdaya saing tinggi sehingga bisa berkompetisi dengan produk impor.Demikian siratan yang bisa diambil dari ujaran Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa dalam dialog kebangsaan bertema “Daya Saing Bangsa prospektif Ekonomi Digital dan Hegemoni Politik Dalam Era ASEAN Community 2015”“Kita tidak bisa lagi melarang jeruk China. Begitu kita larang jeruk China masuk maka Chinapun akan melarang sawit Indonesia masuk China. Akan ada trade off di situ. Tetapi yang bisa menahan itu adalah nasionalisme kita. Silakan jeruk China masuk, saya tetap makan jeruk Pontianak,” ujar Hatta di Bekasi, Minggu (23/2/2014) kemarin.Yang dimaksud Hatta dengan nasionalis baru ini katanya adalah kecintaan terhadap tanah air. Apalagi, para founding fathers bangsa mengajarkan bahwa nasionalisme Indonesia bukanlah narrow nationalism, bukan pula chauvinism.“Kita tidak takut bersaing dengan bangsa lain, tapi juga menghindari kesombongan berlebih,” jelasnya.Dalam konteks kekinian lanjutnya nasionalisme yang dibutuhkan adalah smart nationalism atau nasionalisme yang cerdas.“Xenophobia bukanlah pilihan, karena kita hidup di dunia yang makin menyatu. Bila negara lain bisa mengekspor produk, teknologi hingga budayanya, kita pun harus melakukannya. Saya melihat bangsa Indonesia punya kapasitas untuk itu, karena sebagai bangsa besar kita memiliki semuanya,” ujarnya.Dia menjelaskan, memasuki ASEAN Economic Community (AEC) 2015, Indonesia harus bisa mendorong produk yang kompetitif. Melalui AEC 2015, jelasnya, ASEAN akan menjadi pasar tunggal yang berdaya saing tinggi. Sehingga, jika produk lokal tidak mampu bersaing, Indonesia hanya akan menjadi market based. “Ini pekerjaan rumah. Jika tidak, maka kita akan gagal. Untuk memenangkan persaingan segalanya harus dipersiapkan khususnya infrastruktur, sehingga mampu menjadikan Indonesia sebagai production based,” ujarnya.Hatta optimistis, lewat segala persiapan yang dilakukan, Indonesia mampu meningkatkan volume perdagangan hingga dua kali lipat. Jika 2013 ekspor Indonesia menyentuh angka USD 180 miliar, maka dengan AEC 2015 bisa diangka USD 400 miliar.“Ini juga yang menjadi salah satu alasan mengapa kita dorong hilirisasi industri. Jangan sampai kita kaya akan sumber daya alam tapi hanya menjadi middle income trap,” cetusnya.Dia menjelaskan, dengan pelaksanaan Undang-Undang Minerba yang efektif berlaku Januari tahun ini, Indonesia sudah menghentikan ekspor barang mentah dengan konsekuensi akan kehilangan pendapatan USD 5 Miliar. Tapi, pada 2016 mendatang, neraca perdagangan diyakini akan kembali menujukkan trend positif.“Ini sebagai bentuk intervensi ekonomi yang diperlukan. Hilirisasi menjadi mutlak agar ada value di dalamnya. Karena itu, ahli teknologi dan penelitian sangat dibutuhkan dalam memajukan industri dan perekonomian kita,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum PAN ini.Lebih lanjut dia mengatakan sejumlah kebijakan ekonomi yang ditempuh selama ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia, meski terkadang ada segelintir orang yang mengkritik kebijakan tersebut, seperti dalam kebijakan penerapan UU No 4 tahun 2009 mengenai pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).“Saya secara tegas minta, sejak (12/1), tidak boleh lagi ada bahan mentah yang diekspor gelondongan. Apabila, ada yang melihat para pengusaha melakukan ekspor mineral mentah, bahan mentah yang diekspor, tangkap,” terangnya.Sikap tegas Hatta ini, bertujuan untuk melindungi kekayaan alam di perut bumi Republik ini yang diekspor secara gelondongan ke luar negeri.“Sudah cukup kita dibodohi. Bangsa ini harus lebih maju, jangan kita dibodohin terus ngerukin tanah,” tegasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News