KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pendanaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung masih berliku. China Development Bank (CDB) menetapkan bunga utang untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) menjadi 3,4%. Selain itu China juga ingin APBN RI jadi jaminan utang proyek tersebut. Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah menilai pemirintah harus tegas dalam menghadapi China. Terlebih dalam megaproyek semacam ini menurutnya pemerintah harus berpijak pada kontrak yang ada sebelum proyek ini dijalankan.
"Kita kan ada kontrak yang seharusnya menjadi pijakan pemerintah untuk tidak terus-terusan hanya bias patuh kepada China. Pemerintah seharusnya menunjukkan wibawanya," kata Piter kepada Kontan.co.id, Jum'at (14/4). Baca Juga: Indonesia-China Sepakati Pembengkakan Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Menurutnya, isi kontrak itu tidak menempatkan pemerintah dalam posisi tawar-menawar dan menjadi pihak yang lemah. Termasuk urusan bunga utang. Sebab kontrak itu merupakan kesepakan kedua belah pihak sebelum proyek dimulai. Lebih lanjut, menurutnya pemerintah perlu transparan terkait isi dari kontrak itu sendiri. Hal ini untuk kembali meraih kepercayaan publik, bahwa KCJB merupakan proyek dengan rencana yang matang bukan proyek ambisius dengan perencanaan yang tergesa-gesa. "Kalau pemerintah terus mengikuti apa yang diminta China, kecurigaan masyarakat dan penolakan terhadap kereta api cepat akan semakin besar," kata Piter. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Panjaitan mengatakan China minta APBN menjadi penjamin pinjaman utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Namun, Luhut tak mengamini tuntutan China tersebut. Ia merekomendasikan penjaminan dilakukan melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) alias PII.