Jika Asian Agri benar, uangnya bisa dikembalikan



JAKARTA. Ekonom dari Universitas Indonesia, Faisal Basri mengakui, kemungkinan Mahkamah Agung tidak menggunakan hasil penelitan Indonesia Research and Strategic Analysis (IRSA) mengenai nominal pajak Asian Agri Group yang tak masuk akal.

"Penelitian ini sudah menjadi argumen saya ketika bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan diterima oleh hakim," jelas Faisal. Penelitian tersebut menitikberatkan pada laba sebelum pajak atau EBITDA (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization) Asian Agri Group pada periode 2002-2005, periode yang sama saat tuduhan penggelapan pajak dijatuhkan. Faisal mengkritisi kinerja Direktorat Jenderal Pajak terkait penghitungan denda yang harus dibayar Asian Agri.

"Jika terjadi kesalahan apalagi yang sangat fantastis seperti yang ditunjukkan Direktorat Jenderal Pajak, maka akan tercermin di EBITDA. Kenyataannya, tidak ditemukan," paparnya. Maka, Faisal mengingatkan agar Ditjen Pajak berhati-hati dalam menentukan keputusan. "Saya tak tahu bagaimana sekarang. Tetapi di masa lalu, orang pajak selalu memaksa, akhirnya membuka ruang untuk negosiasi," ujarnya. Faisal menilai langkah Asian Agri Group untuk mulai membayar denda atas tuduhan penggelapan pajak tak bisa diartikan sebagai pengakuan atas kesalahan perusahaan sawit tersebut. Langkah cicilan diambil semata demi proses hukum yang terus berjalan. "Kalau misalkan Asian Agri benar, kan uangnya bisa dikembalikan," kata Faisal. Januari 2014 lalu, Asian Agri telah menyetor sebesar Rp 719 miliar pada negara melalui Kejaksaan Agung. Sisa denda sejumlah Rp 1,8 triliun akan dibayarkan secara bertahap melalui mekanisme cicil per bulan sebesar Rp 200 miliar. Terlepas dari hasil penelitian ISRA, General Manager Asian Agri, Freddy Wijaya, menyatakan pihaknya tak hendak melepas tanggung jawab. "Saya bisa pastikan kita akan penuhi komitmen (pembayaran utang)," tegas Freddy.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan