Jika Ekonomi AS Terus Melambat, Ekonomi RI Bisa Ada di Kisaran 4,9%-5% Pada 2025-2026



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perlambatan ekonomi Amerika Serikat (AS) akan menghantui perekonomian tanah air. Bahkan negeri Paman Sam tersebut diprediksi akan mengalami resesi.

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sepanjang pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto stagnan di level 5,1% atau dari 2025-2029.

Pernyataan ini tertuang dalam Article IV Consultation tahun 2024 edisi Agustus 2024, yang terbit, Rabu (7/8).


Baca Juga: Rupiah Berpotensi Menguat ke Rp 15.800 Per Dolar AS, Asal Kondisi Global Membaik

Akan tetapi, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, proyeksi IMF tersebut masih relatif moderat karena belum mempertimbangkan adanya risiko perlambatan ekonomi atau resesi AS, serta  ketidakpastian geopolitik apabila Donald Trump terpilih menjadi Presiden AS.

Artinya, dengan menghitung risiko tersebut, Bhima justru memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia setidaknya pada 2025 hingga 2026 hanya akan mencapai 4,9% hingga 5% saja.

“Selain itu ada faktor krusial yang terlalu dini di estimasi dampaknya yakni susunan kabinet Prabowo-Gibran terutama tim ekonom keuangan,” tutur Bhima kepada Kontan, Kamis (8/8).

Meski begitu, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi moderat 5,1% sepanjang pemerintahan Prabowo-Gibran, perlu dilakukan berbagai penyesuaian terutama rencana kerja pemerintah  baru ke depannya.

Hal ini mengingat, ambisi target pertumbuhan ekonomi Prabowo sebesar 8% setidaknya pada tiga tahun ia menjabat, akan sulit dicapai. Di samping itu, pemerintahan baru juga harus menjaga APBN karena pasti akan berpengaruh dengan situasi ekonomi.

Baca Juga: IMF Proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi Sepanjang Pemerintahan Prabowo Stagnan di 5,1%

“Sehingga program harus lebih selektif dan memiliki urgensi untuk ungkit pertumbuhan ekonomi,” lanjutnya.

Bhima menyarankan agar hilirisasi produk pertanian dan perkebunan bisa dikembangkan, apabila mendesak untuk mendorong penerimaan negara.

“Hilirisasi produk pertanian dan perkebunan jika memang urgen bisa didorong segera bahkan lebih cepat daripada implementasi makan bergizi gratis,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi