KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sampai saat ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Minera (ESDM) belum bisa memastikan larangan ekspor konsentrat tembaga akankah berbarengan dengan larangan bijih bauksit yang dilaksanakan Juni 2023 mendatang. Meski begitu, manajemen Freeport Indonesia telah menghitung asumsi kerugian yang akan ditanggung negara pada tahun ini jika larangan ekspor konsentrat tembaga dilaksanakan sebelum smelter katoda tembaga beroperasi penuh pada akhir Desember 2024. Pada catatan Kontan.co.id, PTFI memproyeksikan akan menyelesaikan konstruksi smelter tembaga dengan desain single-line ini pada akhir Desember 2023 dan memulai kegiatan operasionalnya pada akhir Mei 2024 hingga mencapai operasi penuh pada akhir Desember 2024.
VP Corporate Communication Freeport Indonesia Katri Krisnati menjelaskan, secara garis besar, larangan ekspor tembaga dapat mengakibatkan penangguhan kegiatan operasional PTFI yang secara signifikan berdampak pada keseluruhan kegiatan operasional serta penjualan hasil tambang.
Baca Juga: Begini Komitmen MIND ID Soal Divestasi Saham Freeport Indonesia ke Daerah Jika penangguhan operasional tambang PTFI terjadi, potensi kerugian bagi penerimaan negara melalui Pajak, Dividen dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp 57 triliun tahun ini. “Adapun daerah akan kehilangan pendapatan sekitar Rp 8,5 Triliun per tahun bagi APBD Provinsi, Kabupaten Mimika dan Kabupaten-kabupaten sekitar dalam provinsi,” ujarnya kepada Kontan.co.id Jumat (14/4). Terlepas dari kerugian yang akan ditanggung tersebut, Manajemen Freeport Indonesia menegaskan keputusan untuk merelaksasi aturan tersebut sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah. Freeport Indonesia terus berdialog dengan Pemerintah dan semua pemangku kepentingan untuk mengkaji dampak jika larangan ekspor tembaga diberlakukan. “Kami harap pemerintah dapat mempertimbangkan aturan turunan yang mencakup rincian jenis mineral yang dapat dan tidak dapat dijual ke luar negeri dengan beberapa pertimbangan tertentu,” ujarnya. Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif menilai kerugian negara yang akan ditanggung tentu tergantung besaran volume produksi konsentrat tembaga. “(Perihal kerugian) Kami belum tahu, itu kan tergantung jumlah produksinya,” jelasnya saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (14/4). Secara umum, Irwandy menyatakan semestinya pada Juni 2023 semua mineral mentah dilarang ekspor, tetapi ada pertimbangan lain yang dilihat oleh pemerintah. Salah satunya karena dampak pandemi Covid-19 sehingga menghambat pembangunan smelter.
Baca Juga: Freeport Indonesia Kantongi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga 2,3 Juta Ton hingga Juni Adapun perihal izin ekspor konsentrat tembaga PTFI selepas Juni diakuinya belum diberikan karena masih dalam proses.
Seperti yang pernah dikabarkan sebelumnya, PTFI telah mengantongi izin ekspor konsentrat tembaga sebanyak 2,3 juta ton hingga Juni 2023. Presiden Direktur PTFI Tony Wenas mengakui pihaknya telah mendapatakn rekomendasi ekspor dari Kementerian ESDM sesuai dengan RKAB. Izin ekspor ini diperoleh pasca verifikasi pengembangan proyek smelter rampung dilakukan oleh verifikator independen. Sementara itu, hingga akhir Februari 2023 proyek smelter tembaga PTFI di Gresik hingga Februari 2023 telah mencapai 56,5%. Total investasi yang telah dikucurkan mencapai US$ 1,83 miliar dari total sebesar US$ 3 miliar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi