Jika harga rokok melambung, PHK pasti terjadi



Kudus. Buruh rokok di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, diminta tidak perlu merisaukan isu kenaikan harga rokok Rp 50.000. Pasalnya, hingga kini belum ada aturan soal itu.

Kepala Unit Pabrik Rokok Gentong Gotri Kudus Agus Suparyanto menjelaskan, sepanjang belum ada perubahan aturan, terutama Undang-Undang tentang cukai tentu kenaikan harga rokok yang fantastis tersebut masih sebatas isu. "Buruh rokok tak perlu khawatir," kata Agus, Senin (22/8).

Namun, Agus memastikan para pengusaha menolak wacana ini. Ketika harga rokok membumbung tinggi, pabrik rokok merugi. Tentunya akan ada rasionalisasi buruh khususnya buruh rokok sigaret kretek tangan (SKM).


Masyarakat di Kabupaten Kudus yang sebagian besar menggantungkan hidupnya dari sektor rokok, kata dia, akan sangat merasakan dampaknya ketika ada kenaikan tarif cukai yang fantastis. "Hampir 60% penduduk di Kudus menggantungkan hidupnya dari sektor industri hasil tembakau (IHT)," ujarnya.

Ketika ada PHK, kata dia, tentunya harus ada yang bertanggung jawab, termasuk pemberian pesangon buruh karena terdampak kebijakan. Selain itu, sejumlah sektor usaha yang selama ini menggantungkan usahanya terhadap kemajuan industri rokok juga akan ikut terpengaruh.

Ketua Harian Persatuan Pengusaha Rokok Kudus Agus Sarjono menambahkan, wacana kenaikan harga rokok yang cukup tinggi tersebut merupakan hasil kajian akademisi. "Jika ada kenaikan, tentunya dibarengi dengan aturan yang cukup jelas, seperti halnya aturan soal perubahan tarif pita cukai rokok yang selama ini sering terjadi setiap tahunnya," ujarnya.

Menurut dia, sektor industri hasil tembakau memang tidak pernah berhenti mendapatkan tekanan, meskipun demikian kebijakan pemerintah selalu dipatuhi.

Adapun dampak ketika ada kenaikan harga rokok yang cukup tinggi, salah satunya permintaan pasar akan berkurang.

Sukahar, salah satu buruh rokok dari Pabrik Rokok Kembang Arum Kudus mengaku, khawatir dengan adanya isu kenaikan harga rokok yang fantastis karena terancam tidak bisa bekerja lagi di sektor rokok. "Jika harga jualnya terlalu mahal, tentunya perusahaan bisa tutup karena sepinya pembeli. Dampaknya, tentu PHK buruh," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto