JAKARTA. Tarik ulur subsidi listrik belum juga usai. Meski komisi VII DPR RI merekomendasikan besaran subsidi listrik sebesar Rp 64,9 triliun, pemerintah tetap akan mengusulkan besaran subsidi yang lebih besar dari angka ini. Pengamat menilai, selama suplai gas dan batubara untuk Perusahaan Listrik Negara (PLN) belum terpenuhi, maka beban subsidi listrik akan tetap tinggi.Pengamat Energi Kurtubi menjelaskan, masih tingginya subsidi listrik yang harus ditanggung pemerintah disebabkan biaya pokok produksi (BPP) yang cukup tinggi karena PLN masih menggunakan bahan bakar minyak (BBM). "Selama receiving terminal untuk gas yang bisa mengalirkan pasokan gas untuk PLN belum beroperasi, beban subsidi listrik masih akan tetap besar," ungkapnya, Rabu (21/3).Ia menambahkan, selama PLN masih menggunakan BBM, maka subsidi listrik akan selalu terpengaruh ketika harga minyak meningkat.Catatan saja, dalam RAPBNP 2012 pemerintah mengusulkan besaran subsidi listrik sebesar Rp 93,05 triliun. Jumlah ini memang lebih tinggi Rp 48,09 triliun ketimbang alokasi subsidi listrik dalam APBN 2012 yang sebesar Rp 44,96 triliun.Peningkatan subsidi listrik yang cukup signifikan ini, menurut pemerintah merupakan dampak dari belum beroperasinya floating storage regasification unit, sehingga beberapa PLTU masih menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Selain itu, PLN juga belum bisa mendapatkan suplai batubara sebagai pengganti BBM.Kurtubi menuturkan, jika PLN belum bisa mendapatkan suplai gas dan batubara sebagai pengganti BBM, maka mustahil biaya pokok produksi listrik PLN bisa diturunkan. "Kalau DPR tetap memaksakan mematok besaran subsidi yang rendah, maka pasokan listrik dari PLN akan berkurang, dan akan merugikan banyak pihak," terangnya.Tapi, Kurtubi bilang, jika PLN sudah bisa mendapatkan suplai gas dan batubara maka subsidi listrik akan bisa ditekan secara signifikan. "Kalau PLN sudah beralih ke gas, kebutuhan subsidi untuk PLN bisa ditekan di kisaran Rp 50 triliun-Rp 60 triliun," jelasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Jika masih pakai BBM, subsidi listrik tetap besar
JAKARTA. Tarik ulur subsidi listrik belum juga usai. Meski komisi VII DPR RI merekomendasikan besaran subsidi listrik sebesar Rp 64,9 triliun, pemerintah tetap akan mengusulkan besaran subsidi yang lebih besar dari angka ini. Pengamat menilai, selama suplai gas dan batubara untuk Perusahaan Listrik Negara (PLN) belum terpenuhi, maka beban subsidi listrik akan tetap tinggi.Pengamat Energi Kurtubi menjelaskan, masih tingginya subsidi listrik yang harus ditanggung pemerintah disebabkan biaya pokok produksi (BPP) yang cukup tinggi karena PLN masih menggunakan bahan bakar minyak (BBM). "Selama receiving terminal untuk gas yang bisa mengalirkan pasokan gas untuk PLN belum beroperasi, beban subsidi listrik masih akan tetap besar," ungkapnya, Rabu (21/3).Ia menambahkan, selama PLN masih menggunakan BBM, maka subsidi listrik akan selalu terpengaruh ketika harga minyak meningkat.Catatan saja, dalam RAPBNP 2012 pemerintah mengusulkan besaran subsidi listrik sebesar Rp 93,05 triliun. Jumlah ini memang lebih tinggi Rp 48,09 triliun ketimbang alokasi subsidi listrik dalam APBN 2012 yang sebesar Rp 44,96 triliun.Peningkatan subsidi listrik yang cukup signifikan ini, menurut pemerintah merupakan dampak dari belum beroperasinya floating storage regasification unit, sehingga beberapa PLTU masih menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Selain itu, PLN juga belum bisa mendapatkan suplai batubara sebagai pengganti BBM.Kurtubi menuturkan, jika PLN belum bisa mendapatkan suplai gas dan batubara sebagai pengganti BBM, maka mustahil biaya pokok produksi listrik PLN bisa diturunkan. "Kalau DPR tetap memaksakan mematok besaran subsidi yang rendah, maka pasokan listrik dari PLN akan berkurang, dan akan merugikan banyak pihak," terangnya.Tapi, Kurtubi bilang, jika PLN sudah bisa mendapatkan suplai gas dan batubara maka subsidi listrik akan bisa ditekan secara signifikan. "Kalau PLN sudah beralih ke gas, kebutuhan subsidi untuk PLN bisa ditekan di kisaran Rp 50 triliun-Rp 60 triliun," jelasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News