Jika menu kuliner Thailand menyerbu tanah air



KONTAN.CO.ID - Seperti fesyen, bisnis kuliner tidak pernah kehabisan ide. Setahun belakangan, geliat kuliner negeri gajah putih, terutama minuman terus berkembang. Mulai dari teh susu khas Thailand atau yang lebih dikenal dengan thai tea, lanjut jus mangga dengan yoghurt dan topping buah mangga segar atau mango thai sampai teh dengan perpaduan rasa manis asin atau cheese tea.  

Ketiga minuman ala Thailand tersebut tentu kini sudah tak asing lagi bagi lidah masyarakat Indonesia. Rasanya yang cenderung manis dan legit karena dicampur susu membuat sejumlah orang keranjingan. 

Sebut saja King Mango Thai yang sempat meledak beberapa bulan lalu. Meski harganya cukup mahal, Rp 50.000 per porsi tak membuat pelanggannya kapok membeli. "Menurut saya, mango thai ini layak, sih,  kalau harganya segini. Jusnya buah asli, yoghurt terasa, topping mangganya royal. Apalagi, di Indonesia belum pernah ada varian jus yang seperti ini," kata Bernadetha, salah satu konsumen asal Surabaya. 


Baru-baru ini, King Mango Thai memang baru saja merilis gerainya di Surabaya. Saat membuka gerai di Jakarta, antrean mengular selama sebulan lamanya. Bertha bilang, kuliner Thailand banyak disukai karena inovasinya unik, sehingga orang penasaran. Rasanya juga cocok di lidah orang Indonesia. 

Tiara Setia Satiti, Marketing Mangojack, menilai, menu minuman jus mangga ala Thailand memang sedang naik daun. "Penggemar dari kalangan konsumen banyak. Potensi usaha ke depannya masih bagus kalau saya lihat," tuturnya. 

Karena melihat tren tersebut, Tiara memperkirakan tiap gerai Mangojack bisa menjual hingga 60 porsi per hari. Dengan harga jual yang cukup terjangkau, Rp 10.000-Rp 15.000 per porsi, ia yakin bisa bersaing dengan pemain lainnya. 

"Menurut saya, harga jual kami sudah cukup terjangkau itu kalau dibanding yang lain. Kualitas rasanya juga tidak kalah dengan yang lain. Kami tetap utamakan dan jaga kualitas," tuturnya. 

Besarnya potensi minuman ala Thailand juga diakui oleh Frieska Pratiwi, pemilik Dju Dju Thai Tea. Ia tertarik berbisnis teh susu ala Thailand ini karena melihat peluang dan pasarnya. "Saya kenal thai tea sudah cukup lama sebenarnya karena orangtua kebetulan suka bolak-balik Thailand. Tapi baru tertarik berbisnis sekarang karena lihat trennya lagi bagus," ujarnya. 

Bermodalkan booth sederhana di setiap acara Car Free Day (CFD) Rawamangun, Jakarta Timur, Dju Dju Thai Tea bisa menjual sampai 300 porsi per harinya. Jumlah uang ini cukup agresif bila dibandingkan dengan usaha minuman lainnya. 

Dia mengklaim, balik modalnya pun cepat. Saya sekitar tiga bulan sudah bisa balik modal. Penggemarnya banyak, apalagi anak remaja itu, mereka doyan banget," kata Frieska. Dju Dju Thai Tea membanderol thai tea Rp 7.000-Rp 9.000 per cup. 

Kian banyak pemain, harga jual makin terjangkau

Persaingan bisnis minuman ala Thailand di tanah kian ketat. Hampir setiap hari muncul pemain baru yang menawarkan minuman sejenis. Baik thai tea, mango thai maupun chesse tea. Gerainya pun makin mudah ditemui, mulai dari pusat perbelanjaan hingga di pinggiran jalan. 

Harga yang ditawarkan pun kian terjangkau. Bahkan, banyak pelaku yang menawarkan harga lebih murah dibanding pelaku yang menawarkan lebih dulu. Jika pada awalnya, thai tea dibanderol Rp 17.000-Rp 22.000, kini banyak yang menjualnya separo harga.  

Begitu juga dengan mango thai. Kini, dengan duit Rp 10.000-Rp 15.000, Anda bisa mencicipi kelezatan mango thai. Tiara Setia Satiti, Marketing Mangojack mengatakan, harga yang lebih terjangkau adalah salah satu strategi menghadapi persaingan. "Harga lebih terjangkau biar semua lapisan masyarakat bisa membeli jajanan ini," ujarnya. 

Dia pun menjamin dari segi kualitas rasa dan bahan baku, produknya tak kalah dengan brand lainnya. Menurut Tiara, jika satu porsi jus mangga ala Thailand dibanderol terlalu mahal, maka minuman tersebut akan eksklusif dan sulit untuk menjangkau pasar yang lebih luas. 

Meski harga jual terjangkau, kualitas, kehalalan dan keamanan bahan baku tetap diutamakan. Mangojack menggunakan buah lokal.

Pihak Mangojack juga tidak menampik ketatnya persaingan yang tengah terjadi. Menurut Tiara, persaingan merupakan konsekuensi yang harus dihadapi oleh semua pelaku usaha. Menghadapi kondisi saat ini, pihak Mangojack berusaha terus berinovasi. 

Tak hanya mengeluarkan menu minuman, pada November lalu, Mangojack mengeluarkan menu mango sticky rice. "Kami akan meluncurkan menu-menu baru, agar konsumen tidak cepat bosan," ujar Tiara. Mangojack pun berusaha menu yang mereka sajikan tidak dijual di tempat lainnya. 

Frieska Pratiwi, pemilik Dju Dju Thai Tea juga mengakui ketatnya persaingan. Menurutnya, thai tea  saat ini ibarat es teh yang bisa ditemui hampir di setiap sudut kota. "Sekarang gampang banget dapatnya. Di sepanjang jalan ada, jalan kemanapun pasti ada," tuturnya. 

Sama seperti Mangojack, harga jual Dju Dju Thai Tea juga terjangkau, dikisaran Rp 7.000 - Rp 9.000 per cup. Lebih murah jika dibanding thai tea pada umunya.  "Meski harga kami lebih murah, bukan berarti rasa dan kualitas kami murahan," kata Frieska. 

Ia menuturkan, selain kualitas, ada hal penting yang perlu dijaga, yakni pasokan bahan baku. Makin banyaknya pelaku usaha thai tea membuat bahan baku utama berupa bubuk dan teh jadi makin sulit ditemukan. "Kadang harus pesan seminggu sebelumnya biar tidak berebut. Saya memasok bahan bahan baku di salah satu distributor di Jakarta," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Johana K.