Jika Oktober tak sepakat, ekspor Freeport disetop



KONTAN.CO.ID - Pemerintah dan PT Freeport Indonesia sampai saat ini masih melakukan komunikasi guna menyepakati lima poin krusial dalam perundingan. Harapannya, Freeport bersedia mengubah statusnya menjadi IUPK.

Oktober 2017 adalah batas akhir perundingan pemerintah dan PT Freeport Indonesia. Jika tidak ada titik temu antara keduanya soal lima poin krusial yang masih dirundingkan, ekspor konsentrat Freeport akan dihentikan.

Asal tahu saja, kini, Freeport mengantongi izin ekspor karena memiliki status ganda yang diberikan pemerintah melalui Permen ESDM No. 5 dan No. 6 tahun 2017. Freeport memiliki status Kontrak Karya dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).


Adapun poin krusial yang belum disepakati sama sekali adalah pembangunan pabrik pemurnian tembaga atau smelter, perpanjangan operasi sampai 2041, perpajakan, perubahan dari KK menjadi IUPK, serta divestasi 41,64% saham (untuk menggenapi 51% saham lantaran Indonesia sudah memiliki saham 9,36%).

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji mengklaim, saat ini negosiasi tim teknis hukum Kementerian ESDM dan biro hukum Kementerian Keuangan sampai tahap finalisasi IUPK Freeport, baik kalimat maupun substansinya. "Kami tetap berkomunikasi dengan Freeport. Targetnya Oktober selesai," terangnya kepada KONTAN, Minggu (24/9).

Sayangnya, ia enggan memastikan apakah jika Oktober ini negosiasi belum rampung dan status IUPK tak selesai, berarti ekspor konsentrat Freeport benar-benar distop. "Kalau itu tanya ke Dirjen Minerba, saya tugasnya hanya selesaikan IUPK," tandas diplomatis.

Sumber KONTAN di Kementerian ESDM bilang, apabila status IUPK Freeport tidak tercapai, otomatis Freeport akan kembali memakai status Kontrak Karya. Konsekuensinya, sesuai dengan aturan, per 12 Januari 2017 lalu, kegiatan ekspor mineral mentah dilarang tanpa melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. "Jika perundingan belum selesai melewati batas waktu Oktober. Freeport kembali ke Kontrak Karya dan kegiatan ekspor otomatis dihentikan," tandasnya.

Menanggapi ini, Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama menyatakan, pihaknya masih menunggu kelanjutan atau hasil yang sedang digodok oleh pemerintah. "Kami masih berunding," tandasnya.

Pengamat Energi UGM Fahmi Radhi berharap, pemerintah tegas jika Oktober tak ada kesepakatan, ekspor harus distop.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini