Jika Tarif Ojol Naik, Inflasi Sektor Transportasi Diprediksi Meningkat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski kebijakan kenaikan tarif ojek online (Ojol) ditunda, namun jika rencana ini diimplementasikan diprediksi akan berdampak pada inflasi sektor transportasi. Adapun kenaikan tarif ojol tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat diterbitkan pada 4 Agustus 2022 lalu.

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, kenaikan tarif ojol yang cukup tinggi akan membuat inflasi dari sektor transportasi meningkat tajam. Menurutnya, imbas dari naiknya tarif ojol juga tidak berkorelasi dengan naiknya pendapatan para mitra driver.

“Dan ini bisa berpengaruh ke inflasi khususnya di perkotaan, ditambah dengan kenaikan harga pangan maupun energi maka perkiraan inflasi umum bisa mencapai 5,5%-5,7% year on year sepanjang 2022,” ujar Bhima saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (14/8).


Baca Juga: Saham-saham Berikut Layak Dilirik saat IHSG Berpotensi Fluktuasi pada Senin (15/8)

Bhima menilai, jika tarif naik tinggi, konsumen akan kaget dan mencari alternatif transportasi lain. Misalnya dari rumah ke kantor, mungkin ujungnya konsumen kelas menengah akan naik motor sendiri dibanding membayar jasa ojol yang dipersepsikan mahal.

Sebab itu, pemerintah harus hati-hati dalam mendesain kenaikan tarif, dan mengecek terlebih dahulu peningkatan konsumsi kelas menengah nya berapa, kemudian tingkat inflasi, dan juga tantangan kedepan yang bisa menghambat daya beli. Apalagi, disposable income dari konsumen ojol juga tergerus oleh harga pangan.

“Dari segi pendapatan driver kan saat ini masih dalam proses pemulihan karena mobilitas masih belum kembali ke pra pandemi. Data Google Mobility di Jakarta per 10 agustus 2022 menunjukkan tingkat pergerakan masyarakat ke ritel atau pusat perbelanjaan masih minus 11%, ke stasiun transit minus 24% dan ke perkantoran minus 7%,” jelas Bhima.

Sementara, lanjut Bhima, persaingan juga makin ketat karena banyak pekerja formal yang beralih ke driver ojol akibat tekanan pandemi. Jadi kenaikan tarif seolah membantu pendapatan driver tapi sebenarnya bisa blunder.

Bhima meminta pemerintah juga memperhatikan naiknya tarif ojol karena bisa berimbas ke kenaikan biaya pengiriman makanan dan barang. Otomatis jika antar penumpang naik tarifnya, maka layanan sejenis juga akan naik. Jadi yang rugi pelaku UMKM makanan minuman dan konsumen secara luas karena biaya ongkir jadi lebih mahal.

“Pemerintah disarankan cabut dulu aturan kenaikan tarif ojol dan perbaiki formulasi kenaikan tarifnya,” jelas Bhima.

Baca Juga: Ekonom Meramal Surplus Neraca Perdagangan Turun Tipis di Juli 2022

Dihubungi secara terpisah Pengamat Ekonomi IndiGo Network, Ajib Hamdani mengatakan, kenaikan tarif Ojol akan memberikan sentimen negatif terhadap perekonomian. Karena Ojol ini dikonsumsi oleh masyakarat luas, dan cenderung masuk ekonomi kelas menengah dan bawah.

Kondisi ini akan memberikan tekanan terhadap kemampuan daya beli masyarakat secara umum.

“Jadi, secara kualitatif akan menurunkan kesejahteraan masyarakat,” ucap Ajib.

Sedangkan secara kuantitatif, Ajib menilai kenaikan Ojol ini akan memberikan kontribusi kenaikan inflasi, walaupun tidak secara signifikan. Karena masyarakat mempunyai opsi untuk mensubstitusi pengeluarannya ketika kenaikan tarif Ojol ini sudah di luar nilai ekonomi. Misalnya masyarakat jadi lebih menggunakan transportasi umum masal.

“Kondisi alternatif opsi seperti ini yang akan membuat kenaikan tarif Ojol tidak akan memberikan kontribusi signifikan terhadap inflasi secara agregat. Berbeda misalnya dengan dampak kenaikan bahan pangan,” terang Ajib.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi