JAKARTA. Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan hasil audit atas kasus pembobolan dana nasabah di Bank Mega Cabang Bekasi-Jababeka. Pemeriksaan sejak awal Mei ini bertujuan mengungkapkan ada tidaknya unsur tindak pidana pencucian uang dalam kejahatan perbankan itu. Dalam pemaparan di Komisi XI DPR RI Rabu (25/5), PPATK menyimpulkan, kasus pembobolan dana Elnusa dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Batu Bara mengindikasikan terjadinya tindak pidana pencucian uang. PPATK sudah menyampaikan hasil laporan ini ke Kepolisian dan Kejaksaan Agung agar ditindaklanjuti. Jika hasil penyidikan di dua instansi itu membuktikan Itman Harry Basuki, Kepala Cabang Bank Mega Jababeka, terlibat pencucian uang, yang terancam sanksi bukan cuma si pegawai, tapi juga perusahaannya tempat bekerja.
Menurut Pasal 7 Undang Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, selain terkena sanksi denda, korporasi bisa terancam izin usahanya. Sanksi berat ini berlaku jika perusahaan ikut terlibat atau menikmati hasil kejahatan. Sanksi paling ringan berupa denda maksimal Rp 1 miliar, bila bank sebagai penyedia jasa keuangan sengaja tidak melaporkan keberadaan transaksi mencurigakan. Gunadi, Wakil Ketua PPATK mengatakan, pihaknya menemukan dana Elnusa di Bank Mega mengalir ke perorangan dan diinvestasikan di deposito. Sementara dana Pemkab Batu Bara mengarah ke rekening perseorangan yang berciri-ciri berusia muda dan berlokasi di Sumatera Utara. "Kami juga menemukan penyalahgunaan jabatan di Bank Mega Cabang Bekasi-Jababeka," ujarnya. Di kasus Elnusa, terdapat 33 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) dan 69 laporan transaksi keuangan tunai (LTKT). Di Pemkab Batu Bara, terdapat 18 LTKM dan 34 LTKT. "Kami sudah menganalisis. Laporan kasus Elnusa kami serahkan ke kepolisian dan kasus Pemkab Batu Bara kami sampaikan ke Kejaksaan Agung pekan kedua Mei lalu," terang Gunadi. Tugas PPATK sudah selesai. Akhir kasus ini tergantung hasil penyidikan Kepolisian dan Kejaksaan Agung. "PPATK tidak bisa bergerak lebih jauh dari itu," terangnya. BI menanti pengadilan Difi Ahmad Johansyah, Plt. Direktur Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia (BI) belum bisa memastikan, apakah hasil pemeriksaan PPATK akan menjadi bahan pertimbangan BI memberikan sanksi lagi bagi Bank Mega. "Terkait itu, kami belum bisa memastikan sanksinya untuk bank," katanya, Rabu (25/5).
Ia beralasan, BI tidak memiliki Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang pencucian uang. BI memilih menunggu sampai proses hukum masalah ini selesai (
incracht). "Tindak lanjut laporan PPATK itu memiliki prosedur. Hasil temuannya harus diserahkan ke aparat hukum dan ada proses pidananya," ujarnya. Sejatinya, BI pernah mengungkapkan peluang pemberian sanksi lebih keras bagi bank yang terlibat pencucian uang. Ketika mengumumkan sanksi bagi Citibank, Budi Rochadi, Deputi Gubernur BI, mengatakan, bank asal Amerika Serikat itu bisa terkena hukuman yang lebih berat jika PPATK menemukan keterlibatan bank dalam pencucian uang. "Sanksinya berupa pencabutan izin operasional,” kata Budi, ketika itu. Gatot Arismunandar, Sekretaris Perusahaan Bank Mega, tak mempersoalkan pernyataan PPATK. "Itu kewenangan PPATK mengeluarkan
statement. Kami akan terus bekerja sama mencegah pencucian uang," katanya kepada KONTAN, Rabu (25/5). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: