Jika Yunani default, lalu apa?



ATHENA. Upaya keras para pimpinan Eropa untuk mencapai kesepakatan mengenai krisis utang Yunani pada pertemuan darurat di Brussels beberapa waktu lalu masih belum menunjukkan hasil. Bahkan, hingga saat ini, perundingan antara Yunani dan kreditur internasional masih deadlock.

Padahal, Perdana Menteri Yunani Alexis Tsipras sudah mengajukan proposal baru sebagai penawaran kepada kreditur untuk menghindari default atas utang mereka ke Badan Moneter Internasional (IMF) senilai 1,6 miliar euro. Yunani harus membayar pinjaman tersebut paling lama akhir Juni yang jatuh hari ini. Jika tidak, Negeri Para Dewa itu memiliki risiko untuk keluar dari keanggotaan zona euro atau bahkan Uni Eropa.

Namun, proposal tersebut belum memenuhi persyaratan yang diajukan kreditur. Perundingan antara Yunani dan para krediturnya pun dipenuhi drama. Yunani melakukan aksi walk out pada rapat yang digelar Jumat (26/7) lalu dan menuding Eropa melakukan pemerasan dan mempermalukan negaranya.


Di sisi lain, pemimpin Eropa kecewa dengan aksi walk out tersebut. Apalagi, selang beberapa jam kemudian, Tsipras mengumumkan akan menggelar referendum kepada warga Yunani dan mengimbau untuk memilih "tidak" pada proposal kreditur internasional.

Masalahnya, penawaran bailout akan habis masa berlakunya pada Selasa (1/7), lima hari sebelum voting dilakukan.

Kanselir Jerman Angela Merkel dan pimpinan Eropa lainnya juga sudah menegaskan bahwa referendum yang digelar adalah untuk memutuskan apakah Yunani akan tetap menjadi anggota zona euro atau sebaliknya.

Belum jelas bagaimana referendum yang akan dihelat pada Minggu (5/7) mendatang akan berlangsung. Saat ini, Tsipras mendapat dukungan kuat dari warga Yunani.

Merkel bilang, pimpinan Eropa belum berencana mengadakan rapat sebelum voting dilaksanakan. Namun, mereka dapat menggelar pertemuan setelah referendum berlangsung.

Eropa juga membuka perundingan atas program bailout baru jika pemerintah Yunani memintanya.

Dalam prakteknya, sangat sulit melihat negosiasi akan terjadi antara Tsipras dengan Eropa. Sebab, Tsipras menuding Eropa mencoba memeras dan mempermalukan Yunani.

Situasi di Yunani memburuk

Saat ini, Yunani memberlakukan kontrol ketat likuiditas. Pemerintah Yunani meminta seluruh bank berhenti operasi selama sepekan.

Setidaknya ada tiga poin penting aturan baru yang terbit Senin dinihari (29/6), demi mengantisipasi krisis likuiditas di Yunani. Pertama, seluruh perbankan menutup operasional mulai 28 Juni hingga 6 Juli.

Kedua, nasabah perbankan dibatasi menarik uang tunai dari ATM maksimal € 60 atau US$ 66 per hari, per kartu, per akun. Tapi, nasabah Yunani bebas menarik uang tunai  menggunakan kartu debit atau kredit, jika dilakukan di luar negeri.

Ketiga, kegiatan transfer atau pembayaran dari bank Yunani ke luar negeri dilarang selama sepakan mendatang. "Saya meminta masyarakat tetap tenang dalam beberapa hari mendatang. Perbankan Yunani aman, begitu juga dengan pembayaran pensiun dan gaji pegawai," ujar Alexis Tsipras, Perdana Menteri Yunani seperti dikutip Bloomberg, kemarin.

Pemerintah Yunani mengatakan, aturan darurat likuiditas sewaktu-waktu bisa diperpanjang lebih dari sepekan. Yang pasti, nasib perbankan Yunani bergantung pada referendum yang digelar 5 Juli mendatang.

Lalu, bagaimana dampaknya jika Yunani default?

Pelaku pasar global sepertinya bisa sedikit bernafas lega. Sebab, sejumlah analis menilai, Grexit atau keluarnya Yunani dari keanggotaan Eropa, kemungkinan tidak akan berdampak pada perbankan global lainnya.

Asal tahu saja, berdasarkan data Bank for International Settlements, bank-bank asing hanya meminjamkan dana sebesar US$ 46 miliar kepada perbankan Yunani per akhir 2014. Angka tersebut jauh lebih sedikit ketimbang posisi pinjaman kepada bank Yunani di akhir 2010 yang mencapai US$ 300 miliar.

Selain itu, tak ada satu pun bank yang mengucurkan dana pinjaman ke Yunani dengan porsi besar, sehingga tidak ada kreditur yang akan terpukul jika perbankan Yunani kolaps.

Perbankan Jerman, Amerika, dan Inggris merupakan negara kreditur terbesar bagi Yunani. Jerman merupakan negara yang paling murah hati, dengan nilai pinjaman yang dikucurkan mencapai US$ 13,2 miliar. Sementara, perbankan di Amerika dan Inggris mengucurkan pinjaman dengan nilai US$ 12 miliar.

Meskipun sejumlah investor internasional sudah mulai menjauhi Yunani sejak beberapa tahun lalu, namun sejumlah fund manager tidak mau mengekor langkah tersebut. Sebaliknya, mereka malah menempatkan taruhan yang cukup besar ke negara itu dengan mengucurkan banyak dana ke perbankan Yunani. Investor-investor inilah yang diprediksi akan mengalami kerugian terhebat dari kolapsnya ekonomi Yunani.

Sejumlah bank utama Yunani yang mengalami penurunan nilai pasar (market value) terbesar antara lain Piraeus yang turun hingga 57%, Alpha Bank turun 29% dan Eurobank turun 22% di sepanjang tahun ini.

Sementara itu, jika default utang Yunani terjadi, maka pembayar pajak di negara-negara Eropa lainnya yang akan merasakan dampaknya. Sebab, mayoritas utang pemerintah Yunani dipegang oleh negara Eropa lainnya.

Pinjaman Yunani melalui dana bailout Eropa mencapai 142 miliar. Seluruh negara Eropa memberikan kontribusi, di mana bantuan terbesar berasal dari Jerman dengan porsi mencapai 27%. Sedangkan 53 miliar euro lainnya dipinjamkan melalui perjanjian bilateral.

Jika hasil voting "No"  

Skenario ini akan memperpanjang masa ketidakpastian dan krisis di Negeri Para Dewa itu. Ujung-ujungnya, Yunani akan hengkang dari zona Eropa dan kembali mengusung mata uangnya sendiri. Kemungkinan, nama mata uangnya akan sama dengan yang terdahulu yakni drachma.

Kondisinya akan kacau. Besar kemungkinan Bank Sentral Eropa akan menarik semua bantuan kepada perbankan Yunani karena menganggap mereka sudah bangkrut.

Sejalan dengan itu, akan terjadi periode pengetatan akses ke rekening perbankan, yang sedianya sudah dimulai pada pekan ini. Hal ini akan memperburuk kondisi ekonomi Yinani, yang sudah berada pada periode resesi.

Apa yang akan terjadi dengan drachma? Asumsi umumnya, nilai mata uang drachma akan melemah tajam.

Hal itu berpotensi memicu inflasi karena harga barang-barang impor akan naik tajam.

Jika hasil voting "Yes"

Skenario lainnya adalah keluar dari keanggotaan euro dengan negosiasi. Kemungkinan buruk yang mungkin terjadi bisa diminimalisir. Namun, tetap saja mata uang Yunani akan tetap dikonversikan ke drachma.

Isu lainnya adalah apa yang terjadi dengan keanggotaan Yunani di Eropa.

Menurut salah satu pengacara ECB, yang ditulis pada 2009, "Jika ada salah satu anggota yang keluar dari EMU, tanpa penarikan paralel dari Uni Eropa, maka hal itu akan dianggap legal."

Tapi bagaimana jika Yunani tidak ingin keluar dari Uni Eropa? Pasalnya, tidak ada prosedur pengusiran dan dalam setiap kasus mada kemungkinan lain yakni mereka masih ingin tetap menjadi anggota meski sudah menyerah dengan kondisi?

Mereka bisa mengubah perjanjian Uni Eropa, tapi prosesnya sangat sulit dengan segala perangkap, termasuk referendum di beberapa negara anggota. Atau mereka hanya bisa mengatasi masalah dengan situasi yang tidak memiliki dasar hukum.

Jika Yunani benar-benar hengkang, apa implikasinya bagi integritas zona Eropa?

Pada tahun 2012, ketika kemungkinan itu terjadi, negara-negara Eropa lain yang tengah menghadapi masalah finansial merasakan dampaknya di pasar obligasi. Di pasar inilah surat utang pemerintah suatu negara diperdagangkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie