JAKARTA. Guru Besar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie, menyayangkan ketidaktahuan pemerintah atas hilangnya jejak Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat (Bendum), Muhammad Nazaruddin. Menurutnya, hal itu menggambarkan ketidakberdayaan aparat hukum Indonesia.Mantan Mahkamah Konstitusi (MK) itu menegaskan kalau memang benar pemerintah tidak mengetahui keberadaan tersangka kasus Wisma Atlet, maka pemerintah sudah tidak berdaya lagi. “Padahal KPK bisa melakukan penyadapan. Atau intelijen bekerja untuk menemukannya,” ujar Jimly sebelum memulai rapat dengan Badan Anggaran DPR, Rabu (6/7).Bukan hanya itu, menurut Jimly ketidakberdayaan negara ini juga akibat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dianggapnya tidak bisa memosisikan dirinya sebagai seorang politisi dan sebagai Kepala Negara. "Idealnya satu hari nanti Presiden itu tak boleh lagi berpartai. Sehingga kepentingan politik dan posisi sebagai kepala negara tidak tercampur aduk,” jelasnya.Seperti yang diketahui, Selasa (5/7) Kementerian Luar Negeri Singapura mengeluarkan rilis yang menegaskan bahwa Muhammad Nazaruddin tidak lagi berada di Singapura selama beberapa waktu. Informasi ini telah disampaikan kepada otoritas Indonesia beberapa minggu lalu, jauh sebelum yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Indonesia pada 30 Juni 2011.
Jimly: Pemerintah kehilangan jejak Nazaruddin bukti lemahnya kepemimpinan
JAKARTA. Guru Besar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie, menyayangkan ketidaktahuan pemerintah atas hilangnya jejak Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat (Bendum), Muhammad Nazaruddin. Menurutnya, hal itu menggambarkan ketidakberdayaan aparat hukum Indonesia.Mantan Mahkamah Konstitusi (MK) itu menegaskan kalau memang benar pemerintah tidak mengetahui keberadaan tersangka kasus Wisma Atlet, maka pemerintah sudah tidak berdaya lagi. “Padahal KPK bisa melakukan penyadapan. Atau intelijen bekerja untuk menemukannya,” ujar Jimly sebelum memulai rapat dengan Badan Anggaran DPR, Rabu (6/7).Bukan hanya itu, menurut Jimly ketidakberdayaan negara ini juga akibat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dianggapnya tidak bisa memosisikan dirinya sebagai seorang politisi dan sebagai Kepala Negara. "Idealnya satu hari nanti Presiden itu tak boleh lagi berpartai. Sehingga kepentingan politik dan posisi sebagai kepala negara tidak tercampur aduk,” jelasnya.Seperti yang diketahui, Selasa (5/7) Kementerian Luar Negeri Singapura mengeluarkan rilis yang menegaskan bahwa Muhammad Nazaruddin tidak lagi berada di Singapura selama beberapa waktu. Informasi ini telah disampaikan kepada otoritas Indonesia beberapa minggu lalu, jauh sebelum yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Indonesia pada 30 Juni 2011.