JAKARTA. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie, menyarankan DPR RI, terutama Komisi III tidak perlu terlalu mempermasalahkan jumlah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah diserahkan panitia seleksi. “Persoalannya bukan adakah itu delapan atau itu sepuluh, tapi bagaimana menciptakan sistem yang antikorupsi,” tandasnya (30/9). Menurutnya selama pemberantasan korupsi masih dilakukan seperti sekarang, maka yang terjadi adalah hiruk-pikuk media. Jimly mengingatkan dalam alur pemberantasan korupsi, KPK berada di hilir. Hulunya justru adalah sistem tata kelola pemerintah. Kalau menyerahkan semua persoalan pemberantasan korupsi kepada KPK yang berjalan sendirian, maka lama-lama ia hanya akan jadi musuh bersama. Ia pun mengkritik pemerintah yang keberpihakannya terhadap pemberantasan korupsi melulu retorika.“Kita kan sekarang ada legislatif, eksekutif, yudikatif, semua butuh tips. Jadilah KPK tidak punya teman, berteman dengan pengamat, ICW, atau media. Akibatnya, agenda pemberantasan korupsi berada dalam iklim permusuhan,” tuturnya. Ia menegaskan bila pemberantasan korupsi tidak bisa digantungkan pada sosok atau jumlah pemimpin KPK. Untuk itu tidak perlu dipermasalahkan lagi soal delapan nama calon ketua KPK karena hanya akan memperburuk keadaan dan bisa membuat DPR kehilangan dukungan publik. Jimly menyerukan kepada calon-calon pimpinan KPK yang ada sekarang dan pemerintah, supaya tidak menjadikan ukuran kuantitas penangkapan menjadi target keberhasilan. Makin banyak koruptor yang ditangkap mungkin bisa dipandang sebagai keberhasilan KPK, tapi sekaligus pertanda kegagalan pemerintah membenahi negeri ini karena banyak aparatnya yang korup. Yang perlu dilakukan sekarang yakni mengefektifkan kontrol dari dalam masing-masing instansi, jadi orientasi pemberantasan korupsi mencakup pembenahan sistem bernegara. “Jangan ada dirjen yang dibiarkan bekerja kalau direkturnya terlibat korupsi, jangan ada pejabat eselon empat yang korupsi tanpa menghukum eselon tiganya,” tandasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Jimly sarankan DPR tidak permasalahkan jumlah calon pimpinan KPK
JAKARTA. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie, menyarankan DPR RI, terutama Komisi III tidak perlu terlalu mempermasalahkan jumlah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah diserahkan panitia seleksi. “Persoalannya bukan adakah itu delapan atau itu sepuluh, tapi bagaimana menciptakan sistem yang antikorupsi,” tandasnya (30/9). Menurutnya selama pemberantasan korupsi masih dilakukan seperti sekarang, maka yang terjadi adalah hiruk-pikuk media. Jimly mengingatkan dalam alur pemberantasan korupsi, KPK berada di hilir. Hulunya justru adalah sistem tata kelola pemerintah. Kalau menyerahkan semua persoalan pemberantasan korupsi kepada KPK yang berjalan sendirian, maka lama-lama ia hanya akan jadi musuh bersama. Ia pun mengkritik pemerintah yang keberpihakannya terhadap pemberantasan korupsi melulu retorika.“Kita kan sekarang ada legislatif, eksekutif, yudikatif, semua butuh tips. Jadilah KPK tidak punya teman, berteman dengan pengamat, ICW, atau media. Akibatnya, agenda pemberantasan korupsi berada dalam iklim permusuhan,” tuturnya. Ia menegaskan bila pemberantasan korupsi tidak bisa digantungkan pada sosok atau jumlah pemimpin KPK. Untuk itu tidak perlu dipermasalahkan lagi soal delapan nama calon ketua KPK karena hanya akan memperburuk keadaan dan bisa membuat DPR kehilangan dukungan publik. Jimly menyerukan kepada calon-calon pimpinan KPK yang ada sekarang dan pemerintah, supaya tidak menjadikan ukuran kuantitas penangkapan menjadi target keberhasilan. Makin banyak koruptor yang ditangkap mungkin bisa dipandang sebagai keberhasilan KPK, tapi sekaligus pertanda kegagalan pemerintah membenahi negeri ini karena banyak aparatnya yang korup. Yang perlu dilakukan sekarang yakni mengefektifkan kontrol dari dalam masing-masing instansi, jadi orientasi pemberantasan korupsi mencakup pembenahan sistem bernegara. “Jangan ada dirjen yang dibiarkan bekerja kalau direkturnya terlibat korupsi, jangan ada pejabat eselon empat yang korupsi tanpa menghukum eselon tiganya,” tandasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News