Jiwasraya bikin IHSG jeblok, indeks Shanghai jawara & FTSE Malaysia terbaik di ASEAN



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar saham global kompak turun sejak awal tahun ini. Tapi, indeks-indeks mencatat penurunan beragam. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 28,63% sejak awal tahun ke level 4.496,06 hingga Jumat (24/4). 

Menurut data Bursa Efek Indonesia, pelemahan IHSG ini menempatkan bursa Indonesia berada di peringkat kelima di ASEAN, peringkat ke-12 di kawasan Asia Pasifik dan peringkat ke-30 secara global. Ini adalah peringkat berdasarkan urutan indeks utama tiap negara dalam catatan BEI

FTSE Bursa Malaysia justru berada di peringkat pertama di ASEAN, peringkat kedua di Asia Pasifik dan menduduki peringkat ketiga di kancah global. Indeks Bursa Malaysia melemah 13,66% sejak awal tahun menjadi 1.371,7. 


Indeks Shanghai Composite (SSEC) justru menjadi jawara meski turun 7,92% sejak awal tahun ke level 2.808,53. Ini membuat SSEC berada di peringkat pertama baik di kawasan Asia Pasifik maupun global. 

Baca Juga: IHSG peringkat kelima di ASEAN, target penurunan terdekat bisa menyentuh 3.800

Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan menjelaskan, tekanan pada IHSG diberatkan oleh kasus internal pada awal tahun yaitu kasus gagal bayar asuransi, termasuk yang terbesar Jiwasraya. Sehingga dari sisi nilai transaksi pun turun dari yang rata-rata normal di 2017-2018 sekitar Rp 9 triliun-Rp 10 triliun menjadi Rp 6 triliun-Rp 7 triliun. 

"Itu memang murni (penurunan nilai transaksi) karena kasus di asuransi kita termasuk terbesar Jiwasraya. Ini yang banyak membebani kenapa performa IHSG jauh lebih rendah di ASEAN maupun global," kata Alfred kepada Kontan.co.id, Minggu (26/4).

Alfred menambahkan, indeks bursa China menunjukkan kinerja paling baik karena reaksi investor di sana cukup baik. Tekanan jual di negara tirai bambu tersebut tidak cukup besar. Mengingat saat ini China dianggap mampu menangani penyebaran Covid-19. 

Baca Juga: Asing terus melepas saham unggulan, begini rekomendasi analis

"Mungkin karena faktor keyakinan investor kepada kemampuan pemerintah kita dalam menanggulangi pandemi, mungkin performa jauh bila dibandingkan China, begitu juga kultur atau kondisi masyarakat. Ini yang membuat bursa China bisa jauh lebih baik performanya dibanding bursa lain termasuk kita," kata Alfred. 

Kondisi di China, lanjut dia, dapat menjadi tolok ukur bagi investor dalam memandang masalah Covid-19. Setelah pandemi mencapai puncaknya, maka kasus akan segera mereda dan aktivitas perlahan bisa mulai jalan kembali. "Ini bisa jadi ukuran di negara lain. Ini yang membuat saya bicara bahwa terkait dampak Covid-19 ke pasar saham sudah selesai di level bottom sekitar 3.900," ujar Alfred.

 Baca Juga: IHSG mencatat kinerja terburuk di ASEAN

Kepala ekonom Bank CIMB Niaga Adrian Panggabean menambahkan alasan lain kenapa bursa Malaysia dan China bisa menunjukkan kinerja yang cukup baik. Pertama, sistem capital control di kedua negara tersebut membuat investor tidak mudah untuk menarik dananya. Hal ini berbeda dengan Indonesia yang menerapkan sistem open capital account di mana investor mudah untuk keluar-masuk dari pasar saham. 

Kedua, terkait dengan daya beli domestik di kedua negara tersebut cukup tinggi. Hal ini disebabkan pendapatan per kapita keduanya yang tinggi sehingga juga mendorong besarnya dana pensiun dan instrumen-instrumen investasi lainnya. "Jadi kalau kedua efek ini digabungkan ya gampang mereka untuk mendorong harga sahamnya naik ke atas," imbuh dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati