Jiwasraya, masalah asuransi negara 13 tahun dari SBY sampai Jokowi tak kunjung sehat



KONTAN.CO.ID -JAKARTA.  Presiden Joko Widodo (Jokowi ) akhirnya angkat bicara juga soal kasus gagal bayar polis asuransi milik perusahaan pelat merah PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Jiwasraya gagal memenuhi kewajiban pembayaran polis Jiwasraya yang mencapai Rp 12,4 triliun Desember 2019 ini.

Jokowi mengatakan, masalah Jiwasraya sudah terjadi sejak 10 tahun lalu, atau sejak era Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono. "Ini (Jiwasraya) persoalan sudah lama sekali 10 tahun yang lalu, problem ini yang dalam 3 tahun ini kami sudah tahu dan ingin menyelesaikan masalah ini," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Balikpapan, Rabu (18/12/)


Jokowi tak salah, masalah Jiwasraya adalah masalah lama yang berat, tak kunjung bisa dibereskan. Bahkan, Jokowi yang memasuki dua periode masa kepemimpinannya juga belum nampak mampu membereskan masalah Jiwasraya.

Dari dokumen rahasia yang Kontan dapatkan, masalah Jiwasraya sudah diendus oleh otoritas industri keuangan dan pasar modal: Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK bersama manajemen Jiwasraya serta pemerintah menembuh jalan  jalan berliku atas penyehatan Jiwasraya.

Berikut ringkasan dokumen rahasia upaya penyehatan Jiwasraya yang tak kunjung usai

Periode 1

Pada tahun 2006-2008, otoritas sudah mengetahui masalah di Jiwasrata. Pada tahun itu.

asuransi milik Negara Jiwasraya sudah defisit per 31 Desember 2006 sebesar Rp 3,29 triliun per 31 Desember 2006. 

Penyebab defisit asuransi Jiwasraya adalah aset  Jiwasraa yang jauh lebih rendah dibandingkan kewajiban. Dan, pada akhir 2008,  defisit Jiwasraya sebesar Rp 5,7 triliun.

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Jiwasraya tahun 2006 dan 2007 menelurkan pendapat disclaimer. Artinya; keuangan Jiwasraya tak dapat diandalkan untuk mendukung manfaat polis

Periode 2

Tahun 2009-2010

Defisit Asuransi Jiwasraya per 31 Desember 2009 mencapai Rp 6,3 triliun

Tahun 2009, pemegang saham mengusulkan mengatasi insolvent melalui penyelamatan dengan Anggaran Pendapatan Negara alias APBN. Hanya upaya suntikan modal ke Jiwasraya urung dilakukan.

Tahun 2010, manajemen Jiwasraya mengusulkan alternatif berupa model penyehatan jangka pendek dengan mereasuransikan sebagian kewajiban pemegang polis ke perusahaan reasuransi. Upaya penyehatan jangka pendek Jiwaraya ini juga mendapat persetujuan oleh otoritas dan pemegang saham.

Tahun 2010 setelah direasuransi, kondisi Jiwasaraya menjadi solvent. Jumlah kekayaan Jiwasraya  menjadi Rp 5,5 triliun dan kewajiban Jiwasraya Rp 4,7 triliun (dari seharusnya Rp 10,7 triliun). Sehingga ekuitas Jiwasraya surplus RP 800 miliar

Periode 3

Pada tahun 2011-2012, asuransi Jiwasraya sempat surplus per 31 Desember 2011 sebesar Rp 1,3 trilin (dengan skema finansial reasuransi)

Tahun 2011-2012,  regulator meminta Jiwasraya dan pemegang saham menyampaikan alternatif penyelesaian komprehensif dan fundamental. Skema finansial reasuransi di Jiwasraya bersifat sementara.

Akhir 2012 pemegang saham menyampaikan alternatif penyelesaian dengan pemanfaatan sinergi BUMN, untuk mendorong bisnis asuransi Jiwasraya, namun upaya ini  tidak terealisasi.

Ketika Jiwasraya masuk ke  Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 31 Desember 2012, ada  surplus Rp 1,6 triliun, dengan catatan masih skema finansial reasuransi. Tanpa skema finansial reasuransi, hitungan otoritas, Jiwasraya masih defisit Rp 5,2 triliun

Periode 4

Tahun 2013-2017

Asuransi Jiwasraya per 31 Desember 2011 surplus sebesar Rp 1,75 triliun. Surplus Jiwasraya karena mekanisme revaluasi aset dan bangunan.

Berakhirnya skema finansial reasuransi Jiwasraya di  awal tahun 2013,  Manajemen Jiwasraya mengajukan rencana penyehatan. Bank BUMN menyetorkan obligasi rekapitalisasi sebagai pengganti finansial reasuransi ke Jiwasraya. Hanya, lagi-lagi rencana penyehatan Jiwasraya dengan opsi ini tidak dapat berjalan.

Akhir tahun 2013, Jiwasraya menyampaikan alternatif berupa penilaian kembali aset tanah dan bangunan dengan nilai buku Rp 208 miliar, direvaluasi menjadi Rp 6,3 triliun. Sehingga menjadi solvent.

Tahun 2013-2016, Jiwasraya mampu berjalan cukup baik dan selalu menghasilanlaba atau keuntungan. Namun dari sisi investasi,  terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang oleh manajemen Jiwasraya. Tahun 2015, BPK melakukan audit atas kinerja Jiwasraya. 

Selama tahun 2017,  pendapatan premi Jiwasrata meningkat berkat penjualan produk Jiwasraya JS Saving Plan yang mengiming-iming pendapatan pasti atau guaranted return setara atau bahkan di atas deposito.

OJK mengingatkan Jiwasraya agar mengevaluasi produk saving plan dan menyesuaikan dengan kemampuan pengelolaan investasi

Auditor lantas  mengoreksi nilai cadangan Jiwasraya. Oh iya, cadangan kewajiban manfaat polis di Jiwasraya. Laba Jiwasraya per 31 Desember 2017 terkoreksi dari Rp 2,4 triliun (unaudited) menjadi hanya Rp 428 miliar.

Periode 5

Tahun 2018-sekarang

Catatan otoritas, defisit Jiwasraya per 31 Desember 2018 sebesar Rp 10,2 triliun

Seiring pergantian direksi  Jiwasrata di awal tahun 2018, dilakukan evaluasi kondisi Jiwasraya, termasuk produk. Jiwasraya menyetop penjualan JS Saving Plan. Penyetopan bersamaan penurunan kondisi keuangan Jiwasraya sehingga menimbulkan tekanan likuiditas 

Akhir 2018, kondisi keuangan  Jiawasraya semakin tidak kondusif.  Terjadi pelepasan aset investasi Jiwasraya  untuk membayar klaim.

Prediksi otoritas, rasio kecukupan modal untuk menanggung risiko atau risk based capital (RBC) di atas 120% baru tercapai tahun 2028. Jiwasraya mengajukan dispensasi untuk mencapai kesehatan RBC di 2028

Upaya penyehatan Jiwasraya terus dilakukan. Solusi pemerintah saat ini adalah dengan pembentukan anak perusahaan bernama Jiwasraya Putra, holding asuransi dan kerjasama reasuransi. Jiwasraya Putra sedang mencari  investor strategis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Titis Nurdiana