JAKARTA. Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla mendukung permintaan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk meniadakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bagi nelayan. Hal itu disampaikan Wapres di hadapan ratusan nasabah Bank Permata di Jakarta, Rabu (12/11) malam. "Begitu kita bicara mengenai subsidi BBM, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi (mengatakan), 'Pak, jangan ada subsidi ke nelayan'. Ternyata, statistiknya menarik," kata pria yang akrab disapa JK ini. Ia mengatakan, dalam waktu enam tahun, BBM bersubsidi bagi nelayan menghasilkan 1,7 juta ton ikan dari dari 600 ton. "Tapi, impor ikan kita secara bersamaan tinggi. Apa yang terjadi? Subsidi tinggi, impor tinggi. Artinya adalah solar yang selama ini diberikan kepada kelompok nelayan itu justru menyebabkan banyak nelayan menjadi malas," tutur JK. Pernyataan JK ini rupanya sekaligus menjadi tanggapan atas komentar miring beberapa pihak yang mempertanyakan latar belakang pendidikan Susi Pudjiastuti. "Jadi, itu contoh bagaimana praktisi mudah memahami persoalan," kata JK. Menurut dia, cara berpikir praktisi dan akademisi berbeda. JK mengatakan, dia lebih membutuhkan menteri yang paham bagaimana bekerja secara efektif ketimbang sekadar merancang, menganalisis, tetapi tidak ada tindakan konkret. "Justru kita memerlukan kemampuan bekerja daripada kemampuannya membuat analisis yang kadang-kadang tidak ada ujung pangkalnya, kan?" tanya JK. Dia menekankan pentingnya kehadiran sosok yang tidak ragu-ragu dalam mengoreksi apa yang terjadi di Indonesia. (Tabita Diela)
JK jawab permintaan Menteri Susi soal BBM subsidi
JAKARTA. Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla mendukung permintaan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk meniadakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bagi nelayan. Hal itu disampaikan Wapres di hadapan ratusan nasabah Bank Permata di Jakarta, Rabu (12/11) malam. "Begitu kita bicara mengenai subsidi BBM, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi (mengatakan), 'Pak, jangan ada subsidi ke nelayan'. Ternyata, statistiknya menarik," kata pria yang akrab disapa JK ini. Ia mengatakan, dalam waktu enam tahun, BBM bersubsidi bagi nelayan menghasilkan 1,7 juta ton ikan dari dari 600 ton. "Tapi, impor ikan kita secara bersamaan tinggi. Apa yang terjadi? Subsidi tinggi, impor tinggi. Artinya adalah solar yang selama ini diberikan kepada kelompok nelayan itu justru menyebabkan banyak nelayan menjadi malas," tutur JK. Pernyataan JK ini rupanya sekaligus menjadi tanggapan atas komentar miring beberapa pihak yang mempertanyakan latar belakang pendidikan Susi Pudjiastuti. "Jadi, itu contoh bagaimana praktisi mudah memahami persoalan," kata JK. Menurut dia, cara berpikir praktisi dan akademisi berbeda. JK mengatakan, dia lebih membutuhkan menteri yang paham bagaimana bekerja secara efektif ketimbang sekadar merancang, menganalisis, tetapi tidak ada tindakan konkret. "Justru kita memerlukan kemampuan bekerja daripada kemampuannya membuat analisis yang kadang-kadang tidak ada ujung pangkalnya, kan?" tanya JK. Dia menekankan pentingnya kehadiran sosok yang tidak ragu-ragu dalam mengoreksi apa yang terjadi di Indonesia. (Tabita Diela)