JK: KSSK dan BI harus beberkan skandal Century



JAKARTA. Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla mengatakan Bank Indonesia dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) harus menjelaskan siapa yang bertanggung jawab terkait pemberian dana talangan (bailout) untuk Bank Century. 

Hal tersebut diungkapkan Kalla usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa dan Moneter Bank Indonesia Budi Mulya, yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Tentu dalam hal ini harus KSSK menjawabnya. BI menjawabnya kenapa," ujar Kalla kepada wartawan di Kantor KPK, Jakarta, Kamis (21/11).


Ketika ditanyai wartawan apakah keterangan Wakil Presiden Boediono yang kala itu menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, diperlukan atau tidak, Kalla menampik. "Saya bukan mengatakan Pak Boediono. Tetapi instansi Bank Indonesia harus menjelaskannya," ujar Kalla.

Keputusan penyelamatan Bank Century sendiri terjadi pada tanggal 21 November 2008 dalam rapat KSSK yang dipimpin Sri Mulyani sebagai ketua. Kala itu dengan mengacu pada Perpu No 4 tahun 2008, rapat yang dihadiri Boediono, Sekretaris KSSK Raden Pardede, Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Anggito Abimanyu itu memutuskan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Seperti diketahui, Bank Century mendapat dana talangan hingga Rp 6,7 triliun pada 2008 meski pada awalnya tidak memenuhi syarat karena rasio kecukupan modal atau CAR yang hanya 0,02%. Padahal berdasarkan aturan batas CAR untuk mendapatkan FPJP adalah 8%. 

Audit Badan Pemeriksa Keuangan atas Century menyimpulkan adanya ketidaktegasan Bank Indonesia terhadap Century karena diduga mengubah peraturan yang dibuat sendiri agar Century bisa mendapat FPJP yaitu dengan mengubah Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 10/26/PBI/2008 mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula dengan CAR 8% menjadi CAR positif.

Selepas pemberian FPJP, Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik dan mendapat dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun. Kucuran dana tersebut dilakukan secara bertahap, dimana tahap pertama bank tersebut menerima sebesar Rp 2,7 triliun pada 23 November 2008. Tahap kedua, pada 5 Desember 2008 sebesar Rp 2,2 triliun. Tahap ketiga, pada 3 February 2009 sebesar Rp 1,1 triliun. Tahan keempat, pada 24 Juli 2009 sebesar Rp 630 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: