JK minta negosiasi ulang proyek kereta semi cepat untuk tingkatkan TKDN



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menginginkan proyek kereta semi cepat Jakarta- Surabaya nantinya menggunakan gerbong kereta asal Indonesia yang diproduksi oleh PT INKA (Persero).

Hal tersebut, mengingat rencana pemerintah yang ingin meningkatkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) demi memperbaiki neraca perdagangan yang masih defisit.

Pasalnya, saat ini pemerintah Indonesia masih memiliki peluang untuk bernegosiasi ulang dengan Jepang untuk hal ini.


"Ini kan belum mulai jadi masih ada waktu untuk negosiasi. Jepang tentu memberikan syarat-syarat. Toh, kita mengekspor juga gerbong-gerbong ke banyak negara," ungkapnya saat ditemui di kantornya, Selasa (7/8) .

Bahkan, untuk proyek ini dirinya berharap tidak hanya gerbong saja yang bisa digunakan dari produksi lokal. "Tentu gerbong salah satunya, mungkin bisa juga dari rel apa saja bisa, tapi mungkin sistemnya masih dari mereka (Jepang)," tambah JK.

Sekadar tahu saja, proyek kereta api semi cepat ini merupakan proyek yang dibiayai oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) yang berasal dari pinjaman lunak dengan tenor pinjaman 40 tahun.

Sekadar tahu saja, JK bilang, peningkatan TKDN itu dimaksudkan untuk menguirangi impor sehingga bisa menghemat devisa negara. Tak hanya itu, hal itu juga bisa membuka lapangan kerja dan meningkatkan mutu industri lokal.

Apalagi, saat ini neraca perdagangan saat ini masih mengalami defisit. Maka tak salah, jika Presiden Joko Widodo mengusulkan untuk semua infrastruktur semaksimal mungkin menggunakan komponen dalam negeri.

Bahkan, diakui JK, selain infrastruktur, proyek pemerintah lainnya yang dirong untuk meningkatkan TKDN adalah proyek di sektor listrik. "Listrik karna dibangun dengan peralatannya banyak diimpor semua," ungkap dia.

Maka itu, tidak menutup kemungkinan proyek listrik juga bisa dinegosiasi ulang untuk leboih banyak menggunakan komponen lokal. Pasalnya, pemerintah memprediksi dengan meningkatkan TKDN maka, devisa bisa dihemat sekitar US$ 2 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto