JK: Pilkada tak langsung picu politik transaksi



JAKARTA. Pemilihan kepala daerah yang diserahkan ke DPRD sekali pun tidak mengeluarkan ongkos mahal, namun menimbulkan kekhawatiran karena melahirkan politik transaksional antara anggota dewan dan calon kepala daerah.

Kekhawatiran itu dirasakan wakil presiden terpilih Jusuf Kalla. Sejatinya JK menyetujui pilkada tidak langsung menghemat anggaran negara. Rancangan Undang-Undang Pilkada saat ini masuk tahap pembahasan dan sedang dikebut untuk disahkan.

Partai politik yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih di Pilpres 2014 menyetujui usulan Kementerian Dalam Negeri menghapuskan pilkada langsung yang selama ini berjalan, diganti dengan pilkada tidak langsung. Di mana kepala daerah ditunjuk DPRD.


"Sebenarnya saya oke. Saya takutnya ada tender, biaya calon belum tentu lebih murah," ungkap JK mengomentari pilkada tidak langsung kepada wartawan di kediamannya Jalan Brawijaya No 6, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (5/9/2014).

Menurutnya, ketika sang calon mengeluarkan uang dalam jumlah banyak untuk dapat dipilih DPRD, ketika menjabat nanti justru berpotensi mengumpulkan uang lebih banyak yang telah dikeluarkannya. Bukan tidak mungkin segala cara ditempuh sekali pun korupsi. "Dia bisa korupsi untuk mengembalikan modal. Itu pasti, dan jaman sekarang begitu," sambung mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar ini.

Ia lebih setuju jika pilkada dilakukan secara serentak di seluruh wilayah karena akan lebih efisien. Orang-orang yang akan maju pun dipersiapkan dengan matang. Yang ia sesalkan adalah sikap berubah anggota DPR ketika memutuskan kepentingan politiknya bukan didasari aspirasi masyarakat.

"Jangan undang-undang dirubah karena situasional. Karena Koalisi Merah Putih mayoritas, lalu diubah," sindir JK. Memang partai pendukung Koalisi Merah Putih setuju pilkada tidak langsung dalam sistem pilkada mendatang seperti sedang dibahas dalam RUU Pilkada.(Nurmulia Rekso Purnomo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa