Johan Budi: KPK pertimbangkan PK



JAKARTA. Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi mengatakan, pimpinan beserta biro hukum dan pejabat struktural KPK sempat mengajukan opsi akan mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung atas putusan sidang praperadilan. Hal tersebut untuk menyikapi putusan hakim Sarpin Rizaldi yang mengabulkan sebagian gugatan Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

"Ada opsi-opsi yang sempat dibahas dalam pertemuan pimpinan dengan berbagai pihak. Opsinya adalah kita PK atau tidak," ujar Johan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/2).

Johan mengatakan, upaya hukum untuk menindaklanjuti putusan praperadilan sempat dipertimbangkan. Namun, lanjut Johan, saat ini KPK masih menunggu salinan lengkap putusan tersebut dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).


"KPK perlu pelajari salinan putusan secara lengkap," kata Johan.

Johan mengatakan, dalam waktu dekat, KPK akan menyurati PN Jaksel untuk meminta salinan putusan praperadilan. Setelah itu, kata Johan, salinan tersebut akan dikaji terlebih dahulu untuk memutuskan langkah apa yang akan ditempuh KPK.

"Nanti akan dikaji biro hukum dan pimpinan KPK, baru akan disampaikan apa sebenarnya sikap KPK terkait putusan itu. KPK perlu waktu untuk mempelajarinya," kata Johan.

Hakim tunggal sidang praperadilan, Sarpin Rizaldi, memutuskan bahwa penetapan tersangka terhadap Budi Gunawan tidak sah. Sarpin mengabulkan sebagian gugatan praperadilan yang diajukan Budi Gunawan terhadap KPK.

"Pengadilan Negeri memutuskan menerima gugatan pemohon sebagian dan menolaknya sebagian," ujar Sarpin, kemudian mengetuk palu sidang sebanyak tiga kali.

Hakim memberikan putusan tersebut setelah menimbang sejumlah hal, antara lain dalil gugatan pihak pemohon (Budi Gunawan), jawaban atas gugatan dari termohon (KPK), serta bukti dan saksi-saksi yang diajukan kedua belah pihak.

Putusan hakim

Hakim Sarpin memutuskan bahwa penetapan tersangka Budi Gunawan oleh KPK tidak sah. Hakim menganggap KPK tidak memiliki kewenangan untuk mengusut kasus yang menjerat Budi.

KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier (Karobinkar) Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK mengatur sejumlah hal yang menjadi kewenangan KPK. Menurut UU tersebut, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.

Kewenangan tersebut juga berlaku untuk kasus yang mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat serta kasus yang menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1 miliar.

Dalam putusannya, Sarpin menganggap Karobinkar merupakan jabatan administratif dan bukan penegak hukum. Selain itu, saat kasus yang disangkakan terjadi, Budi bukan penyelenggara negara lantaran saat itu masih golongan eselon II A.

Hakim menganggap bahwa publik tidak mengenal Budi saat masih menjabat Karobinkar. Publik, kata dia, baru mengenal Budi sejak yang bersangkutan diputuskan menjadi calon kepala Polri oleh Presiden Joko Widodo.

Budi menggugat KPK atas penetapan dirinya sebagai tersangka. Status tersangka itu ditetapkan lantaran Budi diduga memiliki rekening tak wajar dengan sangkaan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi oleh KPK. (Ambaranie Nadia Kemala Movanita)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie