JAKARTA. Staf Khusus Bidang Komunikasi Presiden Johan Budi SP mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak memerlukan kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Alasannya, proses penyelidikan dan penyidikannya berbeda dengan kepolisian atau kejaksaan agung. Johan mengatakan hal ini dalam kapasitas sebagai mantan Pelaksana Tugas Komisioner KPK, bukan sebagai Juru Bicara Presiden.
"Banyak persepsi yang muncul pengeluaran SP3 itu bisa menjadi barang dagangan, tergantung dengan pesanan terdakwa," kata Johan, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (17/2). Ia melanjutkan, proses penyelidikan di KPK dimanfaatkan untuk mencari dua alat bukti. Setelah mendapat dua alat bukti, KPK langsung menaikkan status penyelidikan menjadi penyidikan berikut menetapkan tersangka. "Ketika seseorang belum ditemukan bukti-bukti yang firm maka tidak boleh dinaikkan ke proses penyidikan, karena itu yang dibawa KPK ke pengadilan itu selalu diputus bersalah," ujarnya. Oleh karena itu, kata Johan, tidak perlu ada lagi perdebatan mengenai perlu atau tidaknya KPK memiliki kewenangan menerbitkan SP3. Berdasarkan pengala menjadi bagian dari KPK, Johan menjamin bahwa penetapan tersangka dilakukan sangat cermat dan hati-hati.
"Makanya penyelidikan di KPK seringkali lama dan melalui proses panjang. Untuk menjadikan penyelidikan menjadi penyidikan itu harus dilakukan ekspose gelar perkara berkali-kali sehingga itu ga perlu lagi SP3," papar Johan. Namun, kata Johan, kewenangan KPK menerbitkan SP3 bisa dilakukan sebagai jalan keluar jika tersangka meninggal dunia sebelum diputus dalam persidangan. "Kalau misalnya enggak ada bukti dan dijadikan tersangka, siapa yang salah? Bukan undang-undang, tapi orangnya," kata dia. (Indra Akuntono) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia