KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Eksekutif Lippo Group, John Riady melihat Presidensi G20 oleh Indonesia merupakan momen penting untuk membahas strategi penguatan sektor kesehatan dan digitalisasi bagi pembangunan masa depan Indonesia. John menilai, G20 ini perlu mempertajam komitmen bersama untuk memajukan industri kesehatan, karena semua mau adil dan merata. “Karena perlu kolaborasi, baik dari sisi pendanaan, standardisasi, SDM, hingga keterlibatan pemerintah maupun kontribusi global,” kata John Riady dalam keterangan resminya, Minggu (27/3). Hal ini menurutnya berkaitan juga dengan risiko tentang krisis sumber pendapatan bagi masyarakat.
Kedua yakni berkaitan juga dengan krisis iklim. Di mana menurutnya perubahan ekstrim terhadap iklim mempengaruhi produktivitas pangan, hingga menyebabkan krisis lingkungan lainnya, serta memunculkan berbagai bencana alam. Ketiga, keamanan siber. John melihat G20 juga turut berkaitan dengan digitalisasi yang memudahkan ternyata rentan gangguan dan berdampak cepat secara luas. Menurut John, ketiga risiko besar yang dikhawatirkan para pengusaha itupun saat ini mendapatkan panggung pembahasan dalam forum G20, di mana Indonesia yang menjadi presidensi. “Hal ini merupakan momentum bagi Indonesia mengajak seluruh pemangku kepentingan global untuk membangun masa depan yang lebih baik, karena G20 mewakili 60% populasi dunia, 80% PDB global,” katanya. Baca Juga: Joe Biden Minta G-20 untuk Depak Rusia, Indonesia Tetap Undang Putin Menurut John, pada risiko pertama yang paling merisaukan mengharuskan kerja sama global maupun pemerintah dan swasta untuk memperkuat sektor kesehatan. Terlebih lagi, lanjutnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga telah menyerukan adanya arsitektur baru kesehatan dunia. “Arsitektur itu dimaksudkan agar kerja sama dalam peningkatan kualitas, standardisasi, hingga pendanaan bisa dikerjasamakan secara global. Saya nilai untuk ukuran negara dengan populasi produktif yang cukup tinggi, Indonesia terbilang masih tertinggal dalam belanja kesehatan,” tuturnya. Hal ini di nilai memiliki kaitan erat dengan tingkat ekonomi masyarakat. Sebab kurang dari 3,1% PDB untuk belanja kesehatan, rasio ranjang rawat hingga jumlah tenaga kesehatan dan dokter. “Karena itu, menurutnya, butuh keterlibatan yang luas dari seluruh pihak untuk meningkatkan sektor kesehatan. “Ini sektor strategis, di mana saat pandemi ini kita lihat ketahanan sektor kesehatan yang hampir jebol, sedangkan pembangunan manusia ke depan juga tidak terlepas dari sektor kesehatan. Industri kesehatan harus diperkuat baik dari sisi investasi maupun tenaga profesionalnya,” tuturnya. Sejauh ini, sektor industri kesehatan salah satunya rumah sakit tengah memperkuat fondasi untuk memperluas layanan kepada masyarakat. Sebagai contoh, emiten-emiten rumah sakit tengah berencana menganggarkan belanja modal yang besar untuk membangun fasilitas baru maupun penambahan ranjang. Baca Juga: Buntut Putin Berniat Hadiri KTT G-20 di Bali, Indonesia Jadi Sorotan Internasional Misalnya, RS Siloam International Tbk. (SILO) yang masih bagian dari Lippo Group yang terus mengembangkan fasilitas layanan rumah sakit. Kemudian juga ekspansi dari rumah sakit lain seperti PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk. (MIKA) yang berencana membangun tiga rumah sakit baru pada tahun ini. Hal yang sama juga dilakukan PT Medikaloka Hermina Tbk. (HEAL),