Johnson's Indonesia klaim produknya aman



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produsen kosmetik PT Johnson & Johnson Indonesia mengklaim produknya aman digunakan oleh konsumen di Tanah Air. Klarifikasi ini menyusul adanya perkara yang menyeret Johnson & Johnson di Amerika Serikat terkait keamanan produk kosmetik tersebut.

Di AS, Juri Pengadilan Missouri menuntut Johnson & Johnson membayar denda dan ganti rugi senilai US$ 4,6 miliar atau Rp 65,78 triliun.

Mengutip siaran online pengadilan dari Courtroom View Network, pembayaran itu meliputi US$ 500 juta sebagai kompensasi dan US$ 4,14 miliar untuk ganti rugi. Hukuman ini akan dibayarkan kepada 22 wanita dan keluarga mereka yang mengaku terkena kanker ovarium akibat penggunaan produk Johnson & Johnson berjenis bedak pada daerah kewanitaan mereka. Nah, bedak ini disebut terkontaminasi asbes.


Devy Yheanne, Country Leader of Communications and Public Affairs PT Johnson & Johnson Indonesia menjelaskan, produk talc yang terkait kasus di AS tidak dijual di Indonesia.

"Penting untuk dicatat bahwa sebagian besar (mayoritas) produk bedak bayi dan kosmetik yang beredar di Indonesia dan dunia juga berbahan dasar talc, Johnsons bukan satu-satunya merek yang menawarkan produk berbahan dasar talc," ungkap Devy membalas surat elektronik yang dilayangkan kepada KONTAN, Senin (16/7).

Sejatinya kasus ini telah bergulir beberapa tahun terakhir. Pada 29 Februari 2016 lalu, Badan POM di Indonesia secara resmi telah menyatakan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir karena produk bedak bayi Johnsons yang beredar di Indonesia dan ternotifikasi secara resmi di Badan POM tidak mengandung bahan yang dapat memicu kanker. "Yang terpenting adalah bahwa keamanan produk talc Johnsons didukung oleh penelitian ilmiah selama puluhan tahun dan memenuhi standar keamanan tertinggi di dunia," tambah Devy.

Namun mengenai proyeksi dan target bisnisnya di Tanah Air, Johnson & Johnson Indonesia belum mau memberikan keterangan. "Sesuai dengan kebijakan perusahaan, kami mohon maaf karena tidak dapat memberikan jawaban tentang target bisnis maupun rencana bisnis ke depan," pungkas Devy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .