JAKARTA. Usulan Bank Indonesia (BI) agar bank yang melakukan
joint financing dengan
multifinance menerapkan perhitungan kualitas risiko yang sama dengan perbankan, tampaknya tidak terlalu banyak pengaruh.
Multifinance mengaku, selama ini pengaturan
joint financing cukup ketat. Tengok saja BCA Finance. Sekitar 80% pendanaan BCA Finance menggunakan skema
joint financing dengan induk usahanya, Bank Central Asia (BCA). Sisanya baru dari modal sendiri dan obligasi.
Dalam
joint financing, BCA mengambil porsi 95% dari pendanaan dan BCA Finance sisanya. Risiko masing-masing pihak sesuai porsi mereka. Presiden Direktur BCA Finance, Roni Haslim mengatakan, hal ini sudah sesuai ketentuan BI. "Sebenarnya, secara tidak langsung selama ini prosedur pemberian kredit kami sudah diawasi dengan ketat oleh bank, karena kami milik bank," imbuh Roni. Josef Ikafian,
Corporate Planning Manager Bussan Auto Finance (BAF) mengungkapkan hal senada. Porsi pendanaan
joint financing di BAF sebenarnya tidak terlalu besar, hanya sekitar 20% dari seluruh kebutuhan dana. BAF bekerja sama dengan dua bank. Mayoritas kebutuhan dana ditutup oleh pinjaman perbankan. Pembagian pendanaan dan profit bank mitra
joint financing dengan BAF adalah 90% banding 10%. Namun, Josef tidak menjelaskan rinci pembagian pertanggungan risikonya. "Ada beberapa jenis
agreement berbeda," ujarnya. Efektifkan Bapepam-LK Pekan lalu, Deputi Gubernur BI, Muliaman Hadad meminta perbankan menerapkan perhitungan kualitas risiko
joint financing multifinance yang sama dengan perbankan. Kebijakan ini mengantisipasi munculnya
bubble pembiayaan otomotif. BI menempuh kebijakan ini, karena hampir 80% dana
multifinance berasal dari perbankan. BI akan mengirimkan surat edaran ke seluruh bank yang bekerja sama dengan
multifinance. Setelah surat edaran terbit, bank ikut mengawasi dan menentukan prosedur pemberian kredit. Roni menilai, penyaluran pembiayaan, khususnya di sektor otomotif, masih aman-aman saja. "Saya belum melihat
bubble," ujar Roni. Berdasarkan data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), kredit macet per September hanya 1,31% dari seluruh penyaluran kredit.
Jika BI menerapkan pengawasan terhadap perusahaan pembiayaan melalui bank pemberi pinjaman, Roni berharap pelaksanaannya tak terlalu ketat. "Nanti industri ini tidak bisa bergerak dan bisa mati," ujarnya. Roni yang menjabat Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia berharap, Bapepam-LK dan pelaku pasar sebagai pihak yang mengerti medan turut diajak diskusi. Menurut Josef, sudah ada lembaga pengawasan perusahaan pembiayaan yang berwenang, yakni Bapepam-LK. "Menurut saya BI tidak perlu mengawasi," tegas Josef. Dia lebih berharap mengefektifkan pengawasan Bapepam-LK. "Memang, dibanding perbankan,
multifinance lebih fleksibel. Dalam hal
risk appetite tidak seketat perbankan," aku Josef. n Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News