Joint venture smelter Vale batal



JAKARTA. Pembentukan joint venture sebagai partner pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) Bahodopi milik PT Vale Indonesia (INCO) di Sulawesi Selatan batal terealisasi pada September tahun ini.

Pembatalan tersebut karena harga nikel yang masih anjlok pasca Peraturan Menteri (Permen) yang membuka keran ekspor mineral mentah khususnya untuk nikel kadar rendah 1,7%.

Direktur Utama INCO, Nico Kanter menyebutkan, target kami adalah pada bulan September harusnya sudah masuk mitra potensial. Namun, kami harus menyampaikan bahwa mitra kami masih membutuhkan waktu," terangnya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (7/8).


Seperti diketahui harga nikel sedang rendah sehingga sedikit terdampak dengan kegiatan relaksasi ekspor. Nico bilang, para analis internasional mencatat harga nikel pada tahun 2017 sekitar US$ 11.000 per ton sampai US$ 12.000 per ton. Namun setelah dikeluarkan relaksasi ekspor mineral melalui Permen No. 6/2017 tentang Tata Cara Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian, harga menurun.

Para analis internasional merevisi prediksi harga nikel tahun 2017 menjadi pada kisaran US$ 9.800 - US$ 10.300 per ton. "Hal itulah yang membuat mitra potensial kami kembali melakukan feasibility study," ungkapnya.

Sampai saat ini pemerintah telah menerbitkan izin ekspor sebesar 8 juta ton, walaupun realisasi ekspor saat ini masih rendah. Namun pasar telah memperhitungkan jumlah tersebut dalam menghitung pasokan bijih nikel dunia.

"Jumlah 8 juta ton ini tidak bisa dianggap remeh karena mencerminkan sekitar 4% dari supply nickel dunia. Jumlah 8 juta ton izin ekspor tersebut diterbitkan dalam kurun waktu kurang lebih 7 bulan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa akan lebih banyak lagi volume ekspor bijih nikel yang akan diizinkan sampai dengan 5 tahun ke depan," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini