Joko Widodo ubah fokus pembangunan, ini sektor emiten yang berpotensi untung



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo menyatakan akan mengubah konsentrasi pembangunan. Jika beberapa tahun belakangan ini konsentrasi kerja pemerintahan selalu diarahkan pada pembangunan infrastruktur, mulai 2019 fokus akan dialihkan pada perbaikan kualitas sumber daya manusia.

Perubahan fokus dilakukan karena Jokowi tidak ingin ke depan Indonesia hanya mengandalkan ekonominya dari kekayaan sumber daya alam; hutan, mineral dan batubara. Ia ingin ke depan ekonomi Indonesia bertumpu pada inovasi dan keahlian.

Head of Investment Research Invofesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, konsentrasi pemerintah ini bakal membawa keuntungan bagi emiten-emiten, terutama yang bergerak di sektor jasa. “Kalau sumber daya manusia membaik, sebenarnya semua terbantu tapi sektor jasa yang bakal paling diuntungkan,” kata dia saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (22/4).


Emiten-emiten sektor jasa tersebut meliputi jasa keuangan, financial technology, dan kesehatan. Sektor jasa kesehatan misalnya, sejalan dengan upaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan para pekerja perusahaan. Apalagi dengan program jaminan kesehatan pemerintah yang bakal kian membaik. Hal ini diprediksi akan meningkatkan kebutuhan terhadap tenaga kesehatan di Indonesia.

Sayangnya, menurut dia, peningkatan keahlian ini membutuhkan waktu panjang dan agak sulit untuk mengukur pencapaian peningkatan kualitas sumber daya manusia. “Peningkatan sumber daya manusia ini muaranya ada di perbaikan ekonomi, penurunan pengangguran, inklusi keuangan, dan seberapa besar masyarakat Indonesia yang memanfaatkan sektor jasa keuangan,” ucap dia.

Sementara itu, Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony melihat, sektor yang paling diuntungkan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo ini adalah sektor telekomunikasi dan manufaktur yang meliputi sektor makanan dan minuman, kimia, tekstil, otomotif, dan elektronik. Alasannya, ia melihat bahwa peningkatan keahlian sejalan dengan rencana pemerintah mengedepankan revolusi industri 4.0.

“Proses di industri akan berubah menjadi sistem otomatis dengan harapan biaya produksi akan semakin murah dan produktifitas meningkat sehingga laba perusahaaan dapat meningkat,” ucap dia.

Menurut dia, dengan revolusi industri ini, produksi di sektor manufaktur akan lebih banyak menggunakan robot. Dengan begitu, proses produksi akan lebih cepat. Oleh karena itu, harus ada pengembangan sumber daya manusia agar tidak tertinggal dengan perkembangan revolusinya.

Meskipun begitu, menurut dia revolusi industri 4.0 membutuhkan waktu untuk persiapan. Dengan begitu, hal tersebut tidak akan serta merta mengubah kinerja emiten-emiten dalam sektor ini. “Jadi secara satu tahun ini masih akan berpedoman pada kinerja perusahaan masih secara normal,” kata dia.

Meskipun begitu, melihat prospek cerah di sektor manufaktur, ia merekomendasikan investor untuk buy beberapa saham beberapa perusahaan. Emiten-emiten tersebut adalah PT Astra International Tbk (ASII), PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA), PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), dan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL).

Chris memasang target harga hingga akhir tahun sebesar Rp 9.000 untuk ASII, Rp 2.000 untuk ERAA, KLBF Rp 1.800, dan SRIL Rp 430. Senin (22/4), harga saham ASII berada pada level Rp 7.525, ERAA Rp 1.495, KLBF Rp 1. 480, dan SRIL Rp 334 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati