Jokowi akan kembalikan pengawasan bank ke BI, berikut pertimbangannya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) sedang mempertimbangkan mengeluarkan dekrit darurat untuk mengembalikan regulasi perbankan ke kewenangan bank sentral, di tengah kekhawatiran tentang bagaimana pandemi Covid-19 memunculkan ketegangan di sektor keuangan. 

Sumber yang diberi pengarahan tentang masalah ini mengatakan kepada Reuters, Kamis (2/7), Joko Widodo telah mempertimbangkan mengembalikan peran itu ke Bank Indonesia (BI) karena ketidakpuasan tentang kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama pandemi.  

Perkembangan ini terjadi ketika pemerintah menegosiasikan bantuan bank sentral untuk mendanai defisit fiskal yang membengkak untuk kebutuhan penanganan dampak Covid-19 bagi ekonomi Indonesia.


Baca Juga: Jokowi pertimbangkan untuk kembalikan pengawasan bank ke Bank Indonesia

Pada rapat kabinet 18 Juni 2020, Jokowi mengatakan akan merombak kabinetnya atau membubarkan badan-badan pemerintah jika dia merasa mereka tidak berbuat cukup untuk mengatasi krisis yang disebabkan oleh pandemi.

Dewan audit tertinggi Indonesia atawa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) awal tahun ini menyebut peran pengawasan OJK "lemah".  Ini merujuk celah dalam pengawasan tujuh bank yang tengah bermasalah. OJK mengatakan sebagai tanggapannya bahwa OJK akan meningkatkan pengawasannya.

Tujuh bank tersebut termasuk masalah PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) yang bulan lalu dikatakan telah memiliki arus kas negatif hingga harus membatasi transaksi penarikan para nasabahnya.

Baca Juga: Jelang rights issue Bukopin (BBKP), Kookmin Bank bertemu OJK dan BRI

Bukopin baru saja mendapatkan restu OJK untuk menerbitkan saham baru setelah KB Kookmin Bank Korea Selatan berkomitmen untuk menyerap semua saham yang tidak diserap pihak lain dan akan menjadi pengendali. 

Ketua OJK Wimboh Santoso mengatakan pada awal pekan ini bahwa industri perbankan secara agregat aman. Rasio kecukupan modal bank atawa capital adequacy ratio (CAR) berada di level 22,2% pada bulan Mei 2020. Rasio pinjaman bermasalah atawa non performing loan (NPL) sebesar 3,01%.

OJK memperkirakan 15,12 juta debitur perlu merestrukturisasi pinjaman senilai 1.373,7 triliun akibat pandemi. Adapun hingga 22 Juni nilai kredit yang direstrukturisasi mencapai Rp 695,34 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi