JAKARTA. Keberadaan PT Freeport Indonesia untuk jangka waktu yang panjang tampaknya cukup menyita perhatian pemerintah. Pemberian kesempatan perpanjangan operasi hingga 20 tahun ke depan bagi perusahaan asal Amerika Serikat juga dibarengi Keputusan Presiden Joko Widodo membentuk tim khusus terkait pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di Papua. Pemerintah telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 2014 tentang Tim Kajian Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam bagi Pembangunan Ekonomi Papua. Dengan tugas, merumuskan langkah-langkah yang perlu dilakukan agar dapat menggelar pembangunan smelter tembaga di Papua. Tim tersebut diketuai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Adrinof Chaniago dan beranggotakan sembilan kementerian semisal Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Menteri Perindustrian. Selain itu, ada juga Jaksa Agung, Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM), Gubernur Papua, dan Gubernur Papua Barat. Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, pembentukan tim khusus memang bertujuan me-review keberadaan operasi Freeport yang berkaitan dengan program pengembangan dan pembangunan kawasan Papua. Dengan begitu, tim juga akan melibatkan Freeport Indonesia selaku produsen tembaga olahan tanpa pemurnian alias konsentrat. Ia menambahkan, pembangunan pabrik pemurnian tembaga pastinya bersinggungan dengan sektor lain seperti penyediaan energi listrik ataupun industri yang menyerap produk samping. Misalnya, asam sulfat untuk industri pupuk, dan slag untuk bahan baku industri semen. "Tim dibentuk untuk me-review berbagai aspek atas keberadaan operasi Freeport terkait pembangunan kawasan Papua. Karenanya, anggota tim kami perluas dengan sektor lain yang berkaitan dengan energi," kata Sudirman ketika dihubungi KONTAN, Rabu (10/6). Selain Freeport, pemerintah juga akan melibatkan perusahaan lain untuk dilibatkan dalam tugas tersebut. Tim khusus pengembangan smelter di Papua ini akan bertugas hingga Desember 2015 mendatang. Natsir Mansur, Ketua Asosiasi Tembaga dan Emas Indonesia (ATEI) menuding, penerbitan beleid ini memiliki muatan kepentingan PT Freeport Indonesia yang masih ingin diberikan perpanjangan operasi pasca 2021. Padahal, sebelumnya telah menerbitkan aturan terkait kebijakan mineral, yaitu Instruksi Presiden Nomor 3/2013 terkait percepatan hilirisasi mineral yang melibatkan delapan kementerian dan dipimpin oleh Menteri Koordinator Perekonomian. Dia bilang, selain wilayah Papua daerah lain juga memiliki potensi mineral yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah, seperti nikel di Sulawesi dan bauksit di Kalimantan. "Harusnya, Inpres yang ada tinggal diintegrasikan saja, terlalu banyak tim atau keppres malah tambah ruwet nanti," katanya, Kamis (11/6). Sementara, Ladjiman Damanik, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) mengatakan, diterbitkannya Keppres Nomor 16/2015 merupakan jawaban aspirasi masyarakat Papua yang menginginkan terbangunnya smelter di sana. "Sebagai daerah otonomi yang punya kandungan mineral, sudah kewajiban bagi Indonesia membangun Papua dari hasil kekayaan alamnya," ujarnya. Menangani tudingan kepentingan Freeport, Sudirman menjelaskan, lahirnya Keppres tersebut justru akan mengkritisi keberadaan Freeport di Papua. "Ini juga untuk memperkuat peran pemerintah daam mengambil keputusan yang lebih kuat," kata dia. Asal tahu saja, pada Februari silam, Kementerian ESDM telah melakukan kunjungan ke Papua terkait niat pemerintah membangun smelter dengan menggandeng investor asal China. Rencananya, bahan baku konsentrat tersebut akan dipasok oleh Freeport setelah 2021 mendatang. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Jokowi beri perhatian khusus ke smelter Papua
JAKARTA. Keberadaan PT Freeport Indonesia untuk jangka waktu yang panjang tampaknya cukup menyita perhatian pemerintah. Pemberian kesempatan perpanjangan operasi hingga 20 tahun ke depan bagi perusahaan asal Amerika Serikat juga dibarengi Keputusan Presiden Joko Widodo membentuk tim khusus terkait pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di Papua. Pemerintah telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 2014 tentang Tim Kajian Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam bagi Pembangunan Ekonomi Papua. Dengan tugas, merumuskan langkah-langkah yang perlu dilakukan agar dapat menggelar pembangunan smelter tembaga di Papua. Tim tersebut diketuai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Adrinof Chaniago dan beranggotakan sembilan kementerian semisal Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Menteri Perindustrian. Selain itu, ada juga Jaksa Agung, Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM), Gubernur Papua, dan Gubernur Papua Barat. Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, pembentukan tim khusus memang bertujuan me-review keberadaan operasi Freeport yang berkaitan dengan program pengembangan dan pembangunan kawasan Papua. Dengan begitu, tim juga akan melibatkan Freeport Indonesia selaku produsen tembaga olahan tanpa pemurnian alias konsentrat. Ia menambahkan, pembangunan pabrik pemurnian tembaga pastinya bersinggungan dengan sektor lain seperti penyediaan energi listrik ataupun industri yang menyerap produk samping. Misalnya, asam sulfat untuk industri pupuk, dan slag untuk bahan baku industri semen. "Tim dibentuk untuk me-review berbagai aspek atas keberadaan operasi Freeport terkait pembangunan kawasan Papua. Karenanya, anggota tim kami perluas dengan sektor lain yang berkaitan dengan energi," kata Sudirman ketika dihubungi KONTAN, Rabu (10/6). Selain Freeport, pemerintah juga akan melibatkan perusahaan lain untuk dilibatkan dalam tugas tersebut. Tim khusus pengembangan smelter di Papua ini akan bertugas hingga Desember 2015 mendatang. Natsir Mansur, Ketua Asosiasi Tembaga dan Emas Indonesia (ATEI) menuding, penerbitan beleid ini memiliki muatan kepentingan PT Freeport Indonesia yang masih ingin diberikan perpanjangan operasi pasca 2021. Padahal, sebelumnya telah menerbitkan aturan terkait kebijakan mineral, yaitu Instruksi Presiden Nomor 3/2013 terkait percepatan hilirisasi mineral yang melibatkan delapan kementerian dan dipimpin oleh Menteri Koordinator Perekonomian. Dia bilang, selain wilayah Papua daerah lain juga memiliki potensi mineral yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah, seperti nikel di Sulawesi dan bauksit di Kalimantan. "Harusnya, Inpres yang ada tinggal diintegrasikan saja, terlalu banyak tim atau keppres malah tambah ruwet nanti," katanya, Kamis (11/6). Sementara, Ladjiman Damanik, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) mengatakan, diterbitkannya Keppres Nomor 16/2015 merupakan jawaban aspirasi masyarakat Papua yang menginginkan terbangunnya smelter di sana. "Sebagai daerah otonomi yang punya kandungan mineral, sudah kewajiban bagi Indonesia membangun Papua dari hasil kekayaan alamnya," ujarnya. Menangani tudingan kepentingan Freeport, Sudirman menjelaskan, lahirnya Keppres tersebut justru akan mengkritisi keberadaan Freeport di Papua. "Ini juga untuk memperkuat peran pemerintah daam mengambil keputusan yang lebih kuat," kata dia. Asal tahu saja, pada Februari silam, Kementerian ESDM telah melakukan kunjungan ke Papua terkait niat pemerintah membangun smelter dengan menggandeng investor asal China. Rencananya, bahan baku konsentrat tersebut akan dipasok oleh Freeport setelah 2021 mendatang. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News