Jokowi dan kartu kuning



Saat menghadiri acara Dies Natalis Universitas Indonesia (UI) ke-68, Depok, Presiden Joko Widodo dan pengunjung yang hadir dikejutkan dengan insiden peluit disertai pemberian kartu kuning oleh salah seorang mahasiswa UI. Mengutip Kompas.com, aksi mahasiswa tersebut terjadi setelah Presiden berpidato mengenai perkembangan global dan tantangan yang harus dipenuhi lembaga pendidikan. Mahasiswa yang belakangan bernama Zaadit Taqwa tersebut rupanya merupakan Ketua BEM UI.
 
Zaadit mengatakan, kartu kuning itu diberikan kepada Jokowi sebagai bentuk peringatan atas berbagai masalah yang terjadi di dalam negeri. Dia menegaskan, dalam tahun keempat pemerintahan Jokowi, ada sejumlah hal yang menjadi sorotan BEM UI. Masalah tersebut adalah isu gizi buruk di Asmat, isu penghidupan kembali dwifungsi Polri/TNI, dan penerapan peraturan baru organisasi mahasiswa. Mungkin saja, cara penyampaian aspirasi yang dilakukan Zaadit kurang elegan. Tapi, yang juga disayangkan, Presiden tidak menanggapi aksi Zaadit dengan memberikan waktu untuk berkomunikasi dengan BEM UI pasca-acara. Kabar yang beredar pun simpang siur. Ada yang mengatakan, Presiden sebelumnya sudah menjadwalkan pertemuan dengan BEM UI, namun dibatalkan karena aksi itu. Sementara itu, pihak BEM UI mengaku tidak mendapatkan konfirmasi apa pun dari Istana atas permohonan untuk bertemu Presiden.
 
Di luar kejadian itu, sejatinya, mahasiswa memiliki tiga peranan penting dalam masyarakat, yakni agent of change, social control, dan iron stock. Maksudnya, mahasiswa memiliki peran sebagai agen perubahan ke arah yang lebih baik, mencegah penyimpangan sosial, serta menjadi generasi penerus bangsa. Apa yang dilakukan Zaadit dan kawan-kawannya merupakan aksi yang kritis. Dia menunjukkan, mahasiswa zaman now juga peduli dengan apa yang terjadi dengan lingkungan sekitarnya. Kasus di Asmat, misalnya. Saya rasa, pemerintah memang kecolongan dengan adanya kasus ini. Di saat pemerintah menggeber proyek infrastruktur di Papua, kondisi kesehatan masyarakat di sana luput dari perhatian.
 
Dengan terbukanya komunikasi, segala permasalahan di negeri ini bisa dicarikan jalan keluarnya. Menengok sejarah, tentu kita semua tahu bahwa setiap perubahan dan pergerakan selalu dimulai dari mahasiswa. Saya tetap berharap, mahasiswa bisa terus kritis dengan kebijakan yang ada. Tentunya kritik disampaikan dengan cara elegan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi