KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong DPR untuk menyelesaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Jokowi menjelaskan, RUU tersebut memang menjadi inisiatif dari pemerintah. Dan saat ini proses penyelesaiannya sedang berjalan. "RUU perampasan aset itu memang inisiatif dari pemerintah dan terus kita dorong agar itu segera diselesaikan oleh DPR. Dan ini prosesnya sudah berjalan," kata Jokowi ditemui di Pasar Johar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (5/4).
Dengan adanya UU perampasan aset nantinya diharapkan dapat memudahkan dalam pengembalian kerugian negara utamanya dalam tindak pidana korupsi.
Baca Juga: Pemerintah Rumuskan RUU Perampasan Aset "Saya harapkan dengan UU perampasan aset itu dia akan memudahkan proses-proses utamanya dalam tindak pidana korupsi untuk menyelesaikan, setelah terbukti karena payung hukumnya jelas," kata Jokowi. Dalam berita KONTAN sebelumnya, Pemerintah terus berkoordinasi membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana. Direktur Hukum dan Regulasi PPATK Fithriadi Muslim menyampaikan, kementerian/lembaga telah membahas naskah akademik dan draf RUU Perampasan Aset. Secara umum kementerian/lembaga telah menyetujui pembahasan RUU tersebut. Sebelum diterbitkan surat presiden untuk disampaikan ke DPR, terlebih dahulu enam pimpinan kementerian/lembaga memberikan paraf persetujuan. Yakni Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM, Menteri Hukum dan HAM, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Menteri Keuangan, Jaksa Agung, dan Kapolri.
Baca Juga: Menkopolhukam Mahfud MD Minta DPR Mendukung RUU Perampasan Aset Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menyebut bahwa tindakan korupsi sulit diberantas. Oleh karenanya Ia meminta dukungan DPR dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. "Tolong melalui Pak Bambang Pacul, undang-undang perampasan aset tolong didukung pak. Biar kami bisa ngambil begini-begini ini pak," kata Mahfud saat RDPU bersama Komisi III DPR RI, Rabu (29/3). Hal tersebut agar Pemerintah dan aparat penegak hukum dapat memiliki alat untuk menangani kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli