JAKARTA. Setiap hari, Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta melakukan sesuatu secara praktis yang jarang terdengar di kalangan elit politik Indonesia: Dia terjun ke jalan-jalan untuk berbicara langsung dengan warga yang memilihnya sebagai Gubernur DKI. Sering kali, Joko dikerumuni banyak orang saat ia berkelana melintasi daerah kumuh, pasar tradisional dan lingkungan masyarakat kecil lainnya. Masyarakat, baik wanita dan pria, mencoba untuk menyentuhnya ketika ia berada di lingkungan itu. Para kaum muda pun mengangkat tangan dan meletakkannya di dahi mereka, sebagai tanda hormat kepada Joko.
Berbagi keprihatinan dengan warga untuk mencari solusi bagaimana membenahi kota Jakarta, hal itulah yang mendorong Joko untuk terjun ke jalan-jalan. Masyarakat, gurau Joko, tidak begitu banyak bersemangat untuk melihat dia. “Mereka mungkin hanya terkejut melihat seorang pemimpin di Indonesia keluar dari kantornya,” ujar Joko, suatu ketika. "Orang-orang mengatakan itu 'demokrasi jalanan’ karena saya datang kepada mereka. Saya menjelaskan program saya. Mereka juga bisa memberikan saya ide tentang program," imbuh Joko, 52 tahun, yang para pendukungnya memanggilnya dengan sapaan akrab Jokowi. Jokowi juga turun ke instansi pemerintahan daerah dan kantor pajak yang berada di bawah pengawasannya untuk melihat apakah sistem birokrasi di instansi itu efisien atau tidak. Itulah rutinitas Jokowi sehari-hari yang menjadi alasannya untuk terjun ke jalan. Jokowi, yang merupakan mantan pengusaha furniture, setiap malam selalu menempati posisi puncak dalam jajak pendapat calon Presiden Indonesia di tahun depan. Pada akhir Agustus 2013, koran harian paling berpengaruh di Indonesia, KOMPAS, menampilkan fotonya di halaman depan selama tiga hari berturut-turut. Itu, seiring dengan hasil jajak pendapat yang menunjukkan Jokowi unggul hampir dua kali lipat dari penantang terdekatnya, seorang pensiunan jenderal Angkatan Darat. Jajak pendapat KOMPAS juga menemukan fakta bahwa Jokowi telah mengungguli pemimpin partainya sendiri: mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, pemimpin partai “wong cilik” PDI Perjuangan (PDIP). Karakter Jokowi "Jokowi kebalikan dari pemimpin yang kami miliki saat ini. Karakter Jokowi tidak sama dengan semua pemimpin yang ada," kata Bhimanto Suwastoyo, Pemimpin Redaksi Jakarta Globe Online. "Karakter seorang pejabat Indonesia adalah melakukan apa yang dia inginkan, tidak ada hubungannya dengan masyarakat dan tidak berkonsultasi atas aturan yang dibuatnya,” imbuh Bhimanto. Jokowi melakukan sebaliknya. Dia membuka tangan. Jokowi meminta masyarakat apa yang mereka inginkan. Dia mendekati mereka dan melihat dengan benar-benar untuk melakukan sesuatu. Namun, apa yang telah dilakukan Jokowi di tahun pertamanya memimpin Ibukota, tidak terlalu tinggi kinerjanya. Bahkan, sejumlah kalangan memberikan poin terhadap sesuatu yang tidak dilakukan Jokowi. Di negara penuh dengan korupsi, Jokowi secara luas dianggap sebagai politisi bersih yang belum menggunakan wewenangnya untuk memperkaya dirinya sendiri, dan telah bekerja keras untuk mengurangi korupsi di dalam tubuh pemerintahannya. Isu korupsi pejabat diperkirakan menjadi faktor utama dalam pemilu 2014. Pemilihan presiden langsung ketiga sejak Indonesia melepaskan diri dari kekuasaan otokratis 15 tahun lalu. Ekonomi Indonesia tumbuh dengan baik, bertahan dari krisis keuangan global tahun 2008. Perusahaan multinasional telah berbondong berinvestasi di negeri ini dan produk domestik bruto telah berkembang pada tingkat yang stabil lebih dari 6% selama tiga tahun terakhir. Namun, para pengamat konsisten mengatakan, bahwa Indonesia berpotensi terpuruk kembali karena korupsi dan kolusi antara pejabat pemerintah, anggota parlemen dan kepentingan bisnis yang kuat. Presiden Indonesia saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono, menduduki kekuasaan pada tahun 2004 dan terpilih kembali pada tahun 2009 dengan slogannya yang antikorupsi. Namun, Partai Demokrat yang mengusungnya telah terperosok dalam skandal korupsi, selama dua tahun terakhir. Dengan beberapa bulan lagi menjelang Pemilu 2014, apa pun bisa terjadi untuk menggagalkan peluang Jokowi menjadi Presiden Indonesia. Menepati janji kampanye Jenderal purnawirawan yang menduduki posisi kedua dalam jajak pendapat KOMPAS, Prabowo Subianto , memiliki peluang kuat berikutnya dan telah dianggap sebagai pesaing utama calon Presiden. Meskipun, tuduhan terhadap Prabowo atas pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur sangat meluas. Prabowo dan Jokowi adalah anggota partai oposisi. Sementara Yudhoyono tidak bisa lagi mencalonkan diri karena batasan masa jabatan Presiden. Sejak menjadi Gubernur Jakarta pada Oktober tahun lalu, Jokowi telah menepati janji-janji kampanyenya. Misalnya dalam menerapkan program kesejahteraan dengan menerbitkan kartu elektronik yang memungkinkan masyarakat tidak mampu mendapatkan perawatan kesehatan dan bantuan pendidikan secara langsung. Kartu elektronik ini juga memastikan pejabat pemerintah untuk tidak memangkas anggaran tersebut. Dia juga menerapkan sistem pembayaran pajak secara online untuk mencegah korupsi dan membuat lompatan besar untuk mewujudkan mass rapid transit di Ibukota. Dia telah menginvestasikan kerja keras dan modal politik pada dua proyek khususnya. Yang pertama adalah memindahkan pedagang kaki lima (PKL) dari jalan-jalan di sekitar kawasan Tanah Abang, pasar tekstil terbesar di Asia Tenggara. PKL liar menyebabkan kemacetan lalu lintas di seluruh Jakarta Pusat. Jokowi memberi PKL ruang berdagang di dalam sebuah gedung di kawasan tersebut. Yang kedua adalah relokasi 7.000 keluarga miskin di sekitar Waduk Pluit di Jakarta Utara. Jokowi membiayai perumahan rakyat, sehingga waduk dapat dikeruk untuk pertama kalinya dalam kurun 30 tahun untuk membantu meringankan banjir tahunan di Jakarta. Proyek-proyek itu mungkin sangat jelas, mengingat banyak masalah mendesak dari kota berpenduduk 10 juta orang ini. Warga Jakarta memang memiliki dua masalah yang paling penting: kemacetan lalu lintas dan banjir . Karena itu, untuk meraih dukungan masyarakat, Jokowi mengunjungi kedua kawasan tersebut (Tanah Abang dan Waduk Pluit) setidaknya sekali sehari. Hal itu untuk memastikan bahwa pejabat kota menindaklanjuti proyek-proyek Jokowi dan untuk meyakinkan penduduk setempat bahwa ia tidak benar-benar berencana untuk mengalihkan lahan tersebut ke pengembang pusat perbelanjaan. Keputusan di tangan Megawati Biar bagaimana pun, Jokowi adalah orang biasa. Sebelum menjabat Walikota Surakarta pada tahun 2005, Jokowi hanyalah seorang tukang kayu dan menjalankan bisnis bisnis ekspor mebel di kota berpenduduk 520.000 jiwa yang dikenal dengan sebutan Kota Solo. Pada 2012, Jokowi mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta, memenangkan pertarungan melawan melawan calon incumbent, Fauzi Bowo, yang didukung oleh sebagian besar koalisi partai pengusung Yudhoyono.
Jokowi akhirnya tidak bisa memutuskan apakah ia akan mencalonkan diri dalam pemilihan Presiden Indonesia pada 2014. Megawati tegas mengontrol partai, yang akan memutuskan pada kongres terakhir bahwa dia sendiri yang akan menyebut siapa calon Presiden dari Partai PDIP. Dia mengharapkan untuk mencalonkan dirinya sendiri. Namun, kalangan pengamat meyakini bahwa Megawati akan memberi jalan buat Jokowi untuk membantu partainya mencoba mendapatkan kembali kursi Presiden setelah 10 tahun lepas dari genggaman. Pejabat partai mengatakan, Megawati telah mengisyaratkan dalam beberapa pekan terakhir, menyebut bahwa dirinya menua di usianya yang 66 tahun. Namun, Megawati dan Jokowi kerap muncul berdampingan di acara-acara besar dalam beberapa pekan terakhir, mendorong spekulasi lebih lanjut tentang pencalonannya.
Editor: Dikky Setiawan