Jokowi diminta segera cari pengganti Patrialis



JAKARTA. Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani meminta pemerintah menyegerakan proses seleksi penunjukan hakim konstitusi pengganti Patrialis Akbar.

Hal itu perlu dilakukan karena Pilkada serentak 2017 semakin dekat. Nantinya, Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang mengadili perkara perselisihan hasil Pilkada (PHP).

"MK sebentar lagi akan mengemban fungsi penting mengadili Pilkada di 101 (daerah) itu, kan potensi ada 101 sengketa walau tidak semua," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/1).


Ia menambahkan, dari sembilan hakim konstitusi, sebetulnya sidang dapat tetap berjalan minimal dengan tujuh hakim.

Namun, sidang Pilkada dinilai akan sangat merepotkan. Terlebih jika jumlah gugatan banyak, maka diperlukan tenaga hakim maksimal, yaitu sembilan orang.

"Misal dari 101 setangah maju ke MK, itu kan harus ada sidang panel. Sidang panel itu tiga majelis, kalau full tiga-tiga. Kalau hakim cuma delapan bisa ada dua majelis dan itu pasti akan merepotkan MK sekali," ucap Sekretaris Jenderal PPP itu.

"Kecermatan MK dalam mengadili juga dipertaruhkan, majelis yang harus tiga dikerjakan dua yang dibatasi UU," tuturnya.

Menurut Arsul, mekanisme yang dipilih Presiden Joko Widodo untuk memilih pengganti Patrialis sudah tepat, yaitu dengan membentuk tim panitia seleksi yang bekerja transparan.

"Transparan artinya membuka partisipasi masyarakat dan kemudian pansel terdiri dari orang kredibel," kata Arsul.

Ketua MK Arief Hidayat sebelumnya mengungkapkan bahwa Patrialis sudah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai hakim konstitusi. Namun, Arief tak menjelaskan lebih detail bagaimana surat tersebut diterima MK.

Menurut Arief, dengan adanya surat pengunduran diri tersebut, maka poses pergantian Patrialis akan lebih cepat.

Sedianya, proses pergantian Patrialis harus menunggu hasil pemeriksaan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi(MKMK). Setelah itu, MKMK akan mengirimkan hasil pemeriksaannya bersamaan dengan surat rekomendasi pemberhentian Patrialis ke MK.

Jika terbukti melakukan pelanggaran etik berat, maka Patrialis patut diberhentikan secara tidak hormat. Kemudian, setelah menerima surat dari MKMK, lalu MK mengirim surat ke Presiden Joko Widodo terkait permintaan hakim konstitusi pengganti Patrialis.

Oleh karena itu, menurut Arief, dengan adanya surat pengunduran diri dari Patrialis, maka pemeriksaan oleh MKMK bisa dilakukan lebih singkat, bahkan hanya satu kali.

Dengan demikian, MK bisa segera mengirim surat ke Presiden perihal permintaan pengganti hakim Patrialis. Patrialis disangka menerima suap senilai 20.000 dollar AS dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar terkait uji materi UU.

Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses diMahkamah Konstitusi.

Perkara gugatan yang dimaksud yakni uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Patrialis membantah menerima suap.

Patrialis justru menganggap dirinya sebagai korban, bukan seorang pelaku korupsi. Ia meminta agar para hakim Mahkamah Konstitusi serta masyarakat memahami bahwa dirinya sedang mendapat perlakuan tidak adil. (Nabilla Tashandra)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie