Jokowi, jatah menteri dan ATM parpol



JAKARTA. Keputusan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan jatah 16 kursi menteri untuk partai politik pendukung mendapat sorotan miring. Salah satunya, keputusan tersebut dianggap praktik bagi-bagi kursi, tidak seperti yang disampaikan Jokowi ketika kampanye pemilu presiden dulu.

Lantas, apa sebenarnya alasan Jokowi dan wakil presiden terpilih Jusuf Kalla mengalokasikan 16 kursi menteri untuk orang parpol?

"Hal itu berkaitan dengan dukungan politik. Berkaitan juga dengan hubungan pemerintah dengan Dewan," ujar Jokowi di Balaikota, Jakarta, Selasa (16/9).


Jokowi merasa perlu merangkul kekuatan partai politik, terutama yang telah mengusungnya dalam Pilpres 2014 lalu. Harapannya, pemerintahannya mendapat dukungan saat menjalankan program-program prioritas sehingga berjalan baik.

Namun, Jokowi menolak keputusannya itu disebut bentuk bagi-bagi kursi. Bagi Jokowi, praktik transaksional bagi-bagi kursi menteri itu dilakukan sebelum Pilpres dimulai. Jokowi mengaku bahwa proporsi 16 kursi menteri untuk parpol dan 18 kursi menteri untuk profesional nonparpol baru dikalkulasikan setelah menang dalam Pilpres lalu.

"Bedanya, sekarang saya punya kalkulasi dulu. Kalau sudah begitu parpol mau setor 100 (kader) ndak apa-apa, mau setor 50 (kader) ndak apa-apa. Wong belum tentu saya ambil juga," ujar Jokowi.

Jokowi menegaskan dirinya tidak akan bisa diintervensi saat memilih siapa orang parpol yang akan menjadi pembantunya nanti.

Jokowi juga sudah memastikan bahwa kementerian yang akan dipimpin figur menteri profesional murni antara lain menteri keuangan, menteri badan usaha milik negara, menteri energi dan sumber daya mineral, serta menteri pertanian.

ATM Parpol

Publik mengkhawatirkan menteri asal parpol bakal dijadikan "ATM" bagi parpol. Menanggapi kekhawatiran itu, Jokowi mengaku tak bisa menjamin para pembantunya nanti tak melakukan penyimpangan. Hanya, ia memastikan bakal menerapkan pengawasan kuat dan tegas terhadap anggota kabinetnya.

"Kalau jadi 'ATM parpol', ya tinggal tangkap saja. Sulit banget sih," ujar Jokowi.

"Semuanya itu kan cuma soal pengawasannya saja kok yang ditingkatkan. Ngapain sih kamu sulit -sulit banget berpikirnya," ujar Jokowi.

Jokowi mengatakan, secara personal, siapapun tidak dapat menjamin seseorang akan kerja dengan baik. Menurut dia, seseorang yang baik bisa saja berubah. Celah itu, kata Jokowi, harus diisi dengan penegakan hukum. (Fabian Januarius Kuwado)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan