JAKARTA. Tim Joko Widodo-Jusuf Kalla meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menurunkan tim investigasi terkait kejadian pemilihan di Hongkong. Dikabarkan ribuan WNI di Hongkong tidak dapat mencoblos dalam pemilihan presiden 2014."Prinsipnya tidak boleh ada warga negara dihalang-halangi, dipersulit , diarahkan dan diintimidasi," kata Juru Bicara Jokowi-JK Abdul Kadir Karding ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (7/5/2014).Karding mengatakan pihaknya akan memastikan KPU sebagaiĀ penyelenggara menjamin semua masyarakat yang merasa di rugikan karena tidak bisa ikut mencoblos supaya diberi kesempatan."Kami juga akan mempelajari dan menelaaah kasus yang ada di Hongkong kalau WNI disana dirugikan maka kami akan menempuh jalur hukum sesuai peraturan yang ada," tutur Ketua DPP PKB itu.Sebelumnya, antusiasme warga negara Indonesia, yang kebanyakan buruh migran di Hong Kong luar biasa dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014. Sekian tahun pemilu apolitis, kini mereka melek politik.Cerita itu disampaikan Koordinator Desk Pemilu Migrant Care Syaifullah Anas saat dihubungi Tribunnews.com dari Jakarta, Minggu (6/7/2014). Pilpres 2014 berbeda dari Pemilu 2009 silam."Saya sempat wawancara WNI yang 14 sampai 15 tahun baru memilih. Pileg kemarin mereka golput. Karena mereka tahu calonnya siapa dan visi misinya apa jadi memilih," ujar Syaiful.Buruh migran Indonesia kini sudah paham dan mengetahui calon presiden dan wakil presiden pilihannya. Alasan mereka memilih karena calon pemimpinnya memerhatikan nasib mereka.Sehingga ketika pukul lima sore Tempat Pemungutan Suara ditutup Panitia Pemilihan Luar Negeri karena izin otoritas Hong Kong membatasi pukul lima sore, mereka marah karena belum menggunakan hak suaranya.Sekitar 500 sampai sejuta orang pemilih yang tidak bisa memberikan hak suaranya. Ada yang sudah terdaftar dalam pemilih dan belum. Mereka sadar satu suara mempengerahui.Selain melek politik, kata Syaiful, buruh migran di Hong Kong sudah memiliki pendidikan politik. "Ada atau tidak pemilu, nasib mereka sama. Sekarang berubah 100 persen karena tahu visi," tuturnya. Sayangnya, begitu melek politik, mereka gagal gunakan hak suaranya. (Ferdinand Waskita)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Jokowi-JK minta Bawaslu usut pilpres di Hongkong
JAKARTA. Tim Joko Widodo-Jusuf Kalla meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menurunkan tim investigasi terkait kejadian pemilihan di Hongkong. Dikabarkan ribuan WNI di Hongkong tidak dapat mencoblos dalam pemilihan presiden 2014."Prinsipnya tidak boleh ada warga negara dihalang-halangi, dipersulit , diarahkan dan diintimidasi," kata Juru Bicara Jokowi-JK Abdul Kadir Karding ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (7/5/2014).Karding mengatakan pihaknya akan memastikan KPU sebagaiĀ penyelenggara menjamin semua masyarakat yang merasa di rugikan karena tidak bisa ikut mencoblos supaya diberi kesempatan."Kami juga akan mempelajari dan menelaaah kasus yang ada di Hongkong kalau WNI disana dirugikan maka kami akan menempuh jalur hukum sesuai peraturan yang ada," tutur Ketua DPP PKB itu.Sebelumnya, antusiasme warga negara Indonesia, yang kebanyakan buruh migran di Hong Kong luar biasa dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014. Sekian tahun pemilu apolitis, kini mereka melek politik.Cerita itu disampaikan Koordinator Desk Pemilu Migrant Care Syaifullah Anas saat dihubungi Tribunnews.com dari Jakarta, Minggu (6/7/2014). Pilpres 2014 berbeda dari Pemilu 2009 silam."Saya sempat wawancara WNI yang 14 sampai 15 tahun baru memilih. Pileg kemarin mereka golput. Karena mereka tahu calonnya siapa dan visi misinya apa jadi memilih," ujar Syaiful.Buruh migran Indonesia kini sudah paham dan mengetahui calon presiden dan wakil presiden pilihannya. Alasan mereka memilih karena calon pemimpinnya memerhatikan nasib mereka.Sehingga ketika pukul lima sore Tempat Pemungutan Suara ditutup Panitia Pemilihan Luar Negeri karena izin otoritas Hong Kong membatasi pukul lima sore, mereka marah karena belum menggunakan hak suaranya.Sekitar 500 sampai sejuta orang pemilih yang tidak bisa memberikan hak suaranya. Ada yang sudah terdaftar dalam pemilih dan belum. Mereka sadar satu suara mempengerahui.Selain melek politik, kata Syaiful, buruh migran di Hong Kong sudah memiliki pendidikan politik. "Ada atau tidak pemilu, nasib mereka sama. Sekarang berubah 100 persen karena tahu visi," tuturnya. Sayangnya, begitu melek politik, mereka gagal gunakan hak suaranya. (Ferdinand Waskita)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News