Jokowi Sebut Pembangunan Infrastruktur Mampu Tingkatkan Daya Saing



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan sejak sepuluh tahun lalu, pemerintah berfokus pada pembangunan infrastruktur. Baik infrastruktur untuk konektivitas, layanan dasar, pangan, energi dan industri.

Jokowi menambahkan, membangun infrastruktur bukan hanya membangun beton-beton asal jadi tapi tidak ada manfaatnya. Namun pembangunan yang bermanfaat bagi rakyat.

Baca Juga: Presiden Jokowi Dukung Keterlibatan Pengusaha Lokal dalam Pembangunan IKN Nusantara


"Kita tau dari pembangunan ini, world competitiveness rangking kita naik dari 34 melompat ke 27, daya saing itu yang ingin kita raih dari pembangunan-pembangunan yang ada, selain tentu saja pemanfaatan dari infrastruktur itu untuk rakyat," kata Jokowi dalam acara refleksi 10 tahun pemerintahan, Rabu (31/7).

Menurutnya, begitu infrastruktur akan berdampak pada minat investor menanamkan investasi. Ia juga bilang bahwa pembangunan infrastruktur ini telah menurunkan biaya logistik dari yang sebelumnya 24% menjadi 14%. Sehingga harga-harga bisa lebih murah, dan hal ini bisa dilihat dari tingkat inflasi.

"Kalau dulu (inflasi) 8%, 9% bahkan 11%, sekarang bisa ditekan di bawah 3% dan terakhir di bulan lalu 2,58%," ungkap Jokowi.

Baca Juga: Sri Mulyani Laporkan Progres Pengembangan Coretax System ke Jokowi

Jokowi juga mengingatkan agar penawaran harga pada tender proyek infrastruktur tidak mengurangi kualitas dan estetika infrastruktur yang dibangun. Apalagi anggaran infrastruktur tersebar di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. 

"Kompetisi itu baik, bersaing itu baik. Tapi kalo sudah membanting harga itu yang tidak baik," ucap Jokowi.

Dihubungi secara terpisah, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, permasalahan infrastruktur bukan hanya pada hasil akhir penurunan biaya logistik.

"Itupun juga bisa dibantah karena terjadi penurunan indeks daya saing logistik dari Bank Dunia 17 peringkat turun," ujar Bhima.

Baca Juga: ASN Pindah ke IKN, Setoran Pajak ke DKI Jakarta Berpotensi Turun

Bhima menyoroti, proses perencanaan logistik infrastruktur yang dibangun belum optimal mampu mendorong kecepatan pengiriman barang dari industri ke pelabuhan, terutama yang berorientasi pada ekspor. 

Kemudian, masih terdapat jalan tol yang ternyata didominasi kendaraan pribadi. Sementara angkutan truknya masih melewati jalan arteri. Hal ini kemungkinan karena mahalnya tarif tol.

Kemudian, bisa dilihat juga multiplier effect pembangunan infrastruktur kepada industri dan jasa konstruksi nasional.

Karena beberapa tahun belakangan terjadi lonjakan impor pada mesin yang ditengarai dampak masifnya proyek infrastruktur.

"Jadi ini salah satu PR, misalnya kereta cepat Jakarta-Bandung itu banyak mesin diperoleh dari impor," ucap Bhima.

Selain itu, pada saat masifnya pembangunan infrastruktur, terdapat permasalahan sub kontraktor mengeluh soal pembayaran yang terlambat. 

Baca Juga: Menteri ESDM Lapor Area Pengembangan Migas ke Jokowi

Padahal infrastruktur diharapkan bisa menggerakkan pelaku usaha swasta. Baik yang skala UMKM maupun jasa pendukung infrastruktur yang menengah besar.

"Tapi mungkin karena ada permasalahan likuiditas BUMN karya, pembayarannya jadi tertunda, jadi justru disesalkan juga dalam pembangunan infrastruktur," pungkas Bhima.

Seperti diketahui, dalam sepuluh tahun terakhir telah terbangun 2.143 Km jalan tol, pembangunan 27 bandar udara baru, dan 43 bendungan baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto