Jonan: Pengembangan listrik EBT tak perlu insentif



JAKARTA. Pemerintah memang tengah meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) untuk pembangkit listrik. Pemerintah bahkan menetapkan target cukup tinggi sebesar 23% pada 2025.

Di sisi lain, pemerintah menekan tarif listrik EBT semurah mungkin. Dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM nomor 12/2017 disebutkan tarif EBT sebesar 85% dari Biaya Pokok Penyediaan (BPP) daerah tempat pembangkit listrik EBT dibangun.

Menteri ESDM Ignasius Jonan berpatokan dengan tarif listrik dari pembangkit listrik EBT di Arab Saudi yang bisa mencapai US$ 2,99 sen per kwh. Namun pemerintah Arab Saudi memberikan sejumlah insentif bagi pengembangan listrik EBT, di antaranya pemberian lahan gratis dan insentif pajak.


Jonan bilang, pemerintah bisa memberikan lahan secara gratis seperti di Arab Saudi asalkan ada pelaku industri yang bisa memberikan tarif listrik US$ 1,99 per kwh. "Tapi kalau ada yang berani janji dengan saya bisa US$ 1,99 sen per kwh ya kita bicara. Saya carikan tanahnya yang gratis kan gitu," ujarnya pada Kamis (2/3).

Namun, hingga saat ini, menurut Jonan, belum ada satu pelaku industri pun yang mengajukan tarif EBT seperti di Arab Saudi. Jonan pun maklum, pasalnya kondisi ekonomi, moneter, dan fiskal berbeda antara Arab Saudi dengan Indonesia. "Makanya kan pemerintah di sini juga tidak minta US$ 1,99 sen per kwh. Kalau mau, US$ 6 sen sampai US$ 7 sen mungkin boleh," ujar Jonan.

Dengan patokan harga tersebut, pemerintah tidak lagi memberi insentif kepada pengembang listrik EBT. Jonan bilang, pelaku usaha memang seharusnya tidak perlu menunggu insentif untuk membangun pembangkit listrik EBT di Indonesia.

"Saran saya begini, coba diusahakan itu tidak perlu terlalu menunggu insentif dan sebagainya, yang perlu itu bagaimana bisa jual listrik makin lama makin kompetitif," imbuh Jonan.

Jonan menyebut pemerintah sudah membuka kesempatan sebesar-besarnya kepada semua komponen masyarakat, badan usaha swasta, dan sebagainya untuk ikut membangun, membuat, dan menjual listrik kepada masyarakat. Namun, Kementerian ESDM tidak bisa memberikan insentif lagi apalagi insentif fiskal.

"Masa undang-undang perpajakan diubah demi pengusaha EBT, kan tidak mungkin, tidak masuk akal menurut saya," kata Jonan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini