JAKARTA. PT Jorong Baturama Greston tengah menyiapkan dana reklamasi senilai US$ 41,85 juta. Ini terkait perjanjian karya perusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) anak usaha PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) ini di Tanah Laut, Kalimantan Selatan, yang bakal berakhir pada 2018 mendatang. Leksono Poeranto, Direktur Jorong Barutama Greston mengatakan total produksi batubara di area tambang tersebut hingga pungkasan 2018 nanti mencapai 45 juta ton. Kualitas kalori mencapai 5.300 - 5.800 kilo kilo kalori per kilogram (kkal/kg) sedangkan kandungan sulfur 0,3%. Sejauh ini sisa cadangan yang masih bisa dieksplorasi ada sekitar 3,6 juta ton. Nah, biaya reklamasi per ton batubara adalah US$ 0,93. Oleh karena itulah perusahaan mesti mempersiapkan anggaran hingga US$ 41,85 juta. Perusahaan menjalin kerja sama dengan Universitas Lambung Mangkurat untuk perencanaan kegiatan reklamasi ini.
Di area pertambangan tersebut, Jorong Baturama menguasai lahan tambang seluas 11.478 hektare (ha). Namun sejak beroperasi tahun 1999, pemegang kontrak PKP2B generasi II ini, baru mengeksplorasi 50% area saja. Padahal total sumberdaya batubara yang belum dieksplorasi masih tersisa sekitar 142,5 juta ton per Desember 2012 lalu. Alih-alih meneruskan melakukan eksplorasi, perusahaan memilih menghentikan kegiatan operasi tambang. "Mengingat kondisi, kami tidak melakukan eksplorasi lebih jauh jadi kami hanya akan melakukan kegiatan reklamasi dan kegiatan pasca tambang," beber Leksono usai mengikuti seremoni penandatangan nota kesepahaman amandemen kontrak di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jumat (7/3). Perusahaan menargetkan volume produksi Jorong Baturama hingga Desember 2014 tidak akan jauh berbeda dengan realisasi produksi di tahun sebelumnya, yakni mencapai 1 juta ton - 1,2 juta ton. Produksi 29 juta ton Selain Jorong Baturama, ITMG memilliki lima anak usaha lain yang juga memproduksi batubara di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Meskipun harga batubara belum stabil, perusahaan tetap menargetkan total produksi tahun 2014 ini mencapai 29 juta ton. Tak berbeda jauh dengan tahun lalu yang mencapai 29,4 juta ton. Menurut Leksono untuk mengatasi kendala harga jual batubara, perusahaan tengah berupaya meningkatkan efisiensi berupa penurunan nilai stripping ratio dan memprioritaskan belanja modal pada proyek-proyek yang mendesak. Stripping ratio adalah perbandingan antara volume masa batuan yang dibongkar dengan batubara yang diambil. Sayang, Leksono belum mau menyebutkan rencana investasi yang akan dikeluarkan perusahaan di tahun ini. "Nilai capital expenditure masih kami analisis," ujar pria yang juga menjabat sebagai Direktur ITMG ini.
Yang jelas, dari total target volume produksi tersebut, PT Indominco Mandiri diprediksi tetap sebagai penyumbang terbesar target pencapaian produksi yaitu 14 juta ton batubara. Lantas disusul PT Trubaindo Coal Mining yang digadang bisa menyumbang tujuh ton batubara. Sementara anak usaha lain seperti PT Bharinto Ekatamana ditargetkan mencetak produksi dua juta ton batubara, atau naik 20%. Sekadar informasi, ITMG membukukan pendapatan pada tahun lalu sebesar US$ 2,17 miliar alias melorot 11,07% dari pendapatan tahun 2012 yang sebesar US$ 2,44 miliar. Harga jual batubara yang rendah sepanjang tahun lalu menyebabkan laba bersih perusahaan turun 45,97%. Alhasil laba bersih melorot dari US$ 426,58 juta di 2012 menjadi US$ 230,48 juta di 2013. Mengutip data Bloomberg, harga batubara di pasar Newcastle untuk perdagangan akhir 28 Maret 2014 adalah US$ 74,45 per metrik ton. Ini adalah harga terendah sejak 31 Desember 2013 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anastasia Lilin Yuliantina