Sesosok pria berjalan tergesa-gesa memasuki sebuah apotek setelah memarkir sepeda motornya. "Mau beli Captopril, berapa harganya?" tanya dia singkat. "Ada pak, tunggu sebentar," jawab seorang perempuan muda berparas manis menyambut dengan ramah. Setelah membayar sejumlah uang di kasir, pria paruh baya itu berlalu keluar dari apotek sambil menenteng bungkusan kecil. Tak berselang lama, datang seorang ibu menggendong anaknya yang masih balita. "Ada obat batuk buat anak?" tanyanya. "Oh, ada. Maaf, batuknya berdahak atau kering?" perempuan muda tadi balik bertanya.Begitulah sepintas gambaran pelayanan Apotek Budi Farma di Jalan Raya Bogor Km 35,5 Perumahan Jatijajar Blok B1 Nomor 17 Depok. KONTAN menyambangi apotek tersebut pada akhir pekan lalu untuk bertemu dengan si empunya. Selama menunggu kurang lebih 15 menit, KONTAN mengamati isi ruangan apotek yang terbilang cukup luas, sekitar 130 meter persegi (m²).Ruangan apotek ini berpendingin udara dengan pencahayaan lampu yang cukup terang, sehingga membawa kesan nyaman bagi pengunjung. Beragam jenis dan merek obat pun tersusun apik di sejumlah rak dan etalase yang berderet rapi.Jika diperhatikan lebih cermat, stok obat yang ada di apotek itu lumayan banyak dan komplet. Tak cuma obat, barang-barang non-obat, seperti perlengkapan bayi dan ibu menyusui dan kosmetik, ada.Chazali Situmorang, sang pemilik Apotek Budi Farma, bercerita, apoteknya sudah hampir sepuluh tahun beroperasi. Tapi, kondisi sekarang jauh berbeda dibanding awal apotek berdiri. Waktu itu dia merintis usaha jualan obat-obatan tersebut dari nol. Seiring waktu berjalan, Apotek Budi Farma yang kini punya cabang di Bogor sudah meraup omzet hingga ratusan juta rupiah. "Padahal hari pertama buka dulu, omzet cuma Rp 500.000," kenangnya.Tahan krisis Lulusan pendidikan apoteker Universitas Sumatra Utara ini memutuskan membuka usaha apotek tahun 2005 silam. Sebelumnya, ia adalah penanggung jawab apotek milik orang lain di beberapa daerah ketika masih bertugas sebagai pegawai Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). "Suatu saat nanti, saya harus punya apotek sendiri. Saya punya ilmunya, kok, kenapa kerjasama dengan orang lain," ujar Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional ini, mengenang kisah 30 tahun lalu.Selain punya bekal ilmu dan pengalaman dalam mengelola apotek, Chazali optimistis, bisnis apotek menjanjikan dan prospek usahanya juga bagus. Sebab itu, selepas pensiun nanti, ia berencana menambah jumlah gerai apoteknya.Memang, hingga saat ini, apotek merupakan bisnis tanpa krisis. Sehebat apa pun krisis melanda Indonesia, pertumbuhan apotek tak pernah surut. Di tengah kepanikan dan keterjepitan ekonomi, berbagai penyakit malah timbul. Alhasil, apotek tetap subur berkembang mengiringi pertumbuhan bisnis rumah sakit dan klinik.Imam Fathorrahman, Direktur Utama PT Kimia Farma Apotek, juga melihat bisnis apotek terbukti terus melaju di tengah krisis. Itu sebabnya, usaha apotek bisa menjadi pilihan investasi yang menarik bagi masyarakat. "Tahun 2012 lalu pertumbuhan apotek lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu mencapai 6,5%," katanya.Dan, prospek apotek makin cerah menyusul pengoperasian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan per 1 Januari 2014 lalu, yang mengkaver seluruh penduduk negara kita. Tentu, kebutuhan obat-obatan akan meningkat.Amir Karamoy, pengamat waralaba, juga sepakat bisnis yang terkait kefarmasian memiliki prospek kinclong. Selain tahan banting, kesadaran masyarakat dalam memelihara kesehatan juga kian membaik. Tak heran, keberadaan apotek waralaba alias franchise semakin menjamur. "Usaha apotek jalan terus meski terjadi krisis ekonomi, karena kebutuhan obat naik," ungkapnya.Bisnis apotek juga makin tumbuh subur sejalan jumlah penduduk yang bertambah. Menurut Amir, jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta jiwa merupakan pasar yang sangat besar. Dan, kebutuhan obat juga kian besar setelah BPJS Kesehatan optimal melayani masyarakat.Segendang sepenarian, Chazali menilai, peran apotek dan apoteker sangat penting di era jaminan kesehatan nasional. Setiap tahun kebutuhan obat bertambah terutama di kota-kota besar dan daerah pusat pertumbuhan ekonomi.Makanya, bisnis yang terkait dengan medis, seperti obat dan alat kesehatan, terbilang stabil dan tidak terpengaruh perubahan ekonomi. "Pertumbuhan apotek juga mengikuti laju ekonomi," tambah Chazali.Bisnis apotek yang pesat juga ditopang angka pertumbuhan industri farmasi di tanah air yang tinggi. "Industri farmasi mampu tumbuh rata-rata 12%–13% per tahun," sebut Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi.Kementerian Kesehatan mencatat, selama tahun 2011-2013 terdapat investasi baru di sektor farmasi dengan nilai Rp 1,5 triliun. Sedang investasi yang mengalir untuk peningkatan fasilitas produksi obat yang lebih bermutu untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor mencapai Rp 2,5 triliun. Pertumbuhan pasar farmasi di Indonesia diproyeksikan tertinggi keempat di kawasan Asia Pasifik sepanjang periode 2011-2015. Usaha sendiri Melihat pasar yang sangat besar itu, tak heran apotek menjamur di mana-mana bahkan hingga kompleks perumahan. Anda tertarik meracik untung dari usaha apotek? Ada dua pilihan cara, yakni membuka sendiri secara mandiri atau menjadi mitra jaringan apotek yang sudah mapan.Kedua pilihan punya plus dan minus. Namun, dua-duanya sama-sama membutuhkan totalitas waktu dan perhatian Anda untuk menjalankan bisnis apotek. Cuma, "Kalau ingin untungnya besar, lebih baik buka usaha apotek sendiri, jangan waralaba," saran Chazali.Bagaimana, mau buka apotek sendiri? Jika mantap ingin mendirikan usaha sendiri, Chazali membeberkan, pemilihan lokasi gerai sangat menentukan kelanjutan usaha Anda ke depan. Survei lapangan dibutuhkan untuk mengukur strategis atau tidak lokasi yang Anda pilih.Tak terhitung apotek yang gulung tikar gara-gara tidak cermat dalam membaca lokasi. Chazali mengemukakan, ada dua parameter menentukan lokasi yang pas untuk usaha apotek. Pertama, pendekatan lingkungan atau komunitas, seperti perumahan padat penduduk atau kawasan industri yang banyak pekerja. Kedua, pendekatan kawasan bisnis. Biasanya lokasi apotek yang cocok berada di jalan utama atau pusat perbelanjaan.Selain dua parameter tadi, Chazali menambahkan, aspek yang juga harus Anda perhatikan adalah angka kesakitan dalam suatu kawasan. Hal ini untuk mengukur tingkat kebutuhan obat di masyarakat.Soal dana investasi, Chazali mengungkapkan, tidak harus langsung bermodal besar untuk membuka apotek. Modal bisa Anda tingkatkan secara bertahap sesuai pertumbuhan penjualan. Bujet awal sebesar Rp 80 juta sampai Rp 100 juta sudah cukup untuk memulai usaha apotek kecil-kecilan. Hanya sebaiknya, dengan dana sebesar itu, tempat untuk mendirikan apotek ialah milik sendiri bukan sewa. "Modal awal ini sebagian besar untuk stok obat-obatan, peralatan, biaya listrik, serta gaji pegawai," jelasnya.Lalu, darimana memperoleh pasokan obat? Chazali menyebutkan, untuk saat ini tidak susah mencari obat. Kalau jumlah kecil, Anda bisa mencari di pasar obat yang menjual secara eceran. Sementara, jika butuh dalam jumlah besar, Anda bisa bekerjasama dengan pedagang besar farmasi atau distributor obat. Cuma, Anda harus cermat dalam memilih obat, jangan asal banyak membeli obat tapi pergerakannya rendah.Tak hanya itu, Anda juga jangan gampang tertarik untuk memborong obat atau barang non-obat dari distributor yang memberikan diskon tinggi. Biasanya, pemberian potongan harga yang fantastis merupakan strategi untuk obat yang tingkat penjualannya rendah. Ingat juga, belilah obat yang memiliki faktur resmi dari produsen agar terhindar dari obat palsu.Nah, dari penjualan obat, marginnya berkisar antara 20%–30%. "Tapi, setiap daerah margin penjualannya bisa berbeda-beda. Kalau di Depok, bisa 20% lebih," aku Chazali.Penting juga dicatat, bisnis apotek pastinya tidak akan jalan tanpa ada apoteker dan asisten apoteker. Sebab, salah satu syarat pendirian apotek adalah ada apoteker sebagai penanggungjawab operasional.Untuk mendapatkan tenaga apoteker dan asisten apoteker, Chazali menuturkan, bisa Anda peroleh dari asosiasi apoteker atau mendatangi universitas-universitas yang membuka jurusan profesi apoteker.Jangan lupa, Anda juga harus mengurus izin usaha apotek ke Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) yang ada di masing-masing daerah jika tidak ingin mendapat cap apotek ilegal. Persyaratannya antara lain salinan surat keterangan apoteker, daftar nama asisten apoteker, izin gangguan/HO, rekomendasi dari Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI), dan daftar obat.Meski syaratnya banyak, dari pengalamannya, Chazali bercerita pengurusan izin usaha apotek tidak sulit. Izin dari BPPT keluar paling lama 14 hari jika semua persyaratan lengkap. Soal tarif retribusi sudah ada batasannya dan tidak mahal, kok. Tentu mahal kalau pakai pihak ketiga. Jadi sebaiknya mengurus izin sendiri. "Tarif untuk izin gangguan cuma Rp 500.000," sebutnya.Juga tidak kalah penting adalah pelatihan bagi karyawan dan kontrol terhadap manajemen obat. "Ingat, apotek merupakan bisnis ritel yang harus betul-betul diawasi pergerakannya," pesan Chazali.Jangan lupa, yang juga menjadi kunci utama dalam mengembangkan usaha apotek adalah pelayanan terbaik kepada pelanggan. Maksudnya, upayakan ketika konsumen membeli obat, barangnya ada, jangan sampai kosong. Jika tidak, pelanggan bakalan lari.Jalur KemitraanYang enggak mau repot berburu apoteker, mencari stok obat, dan mengurus izin usaha, Anda bisa mengambil jalur kemitraan. Pilihannya cukup banyak. Salah satu tawaran datang dari Apotek Kimia Farma. Anak usaha PT Kimia Farma Tbk ini menawarkan format bisnis franchise alias waralaba.Syaratnya, investor cukup menyediakan modal sebesar Rp 510 juta untuk apotek baru, atau Rp 400 juta buat apotek konversi. Maksudnya, Anda sudah punya apotek lalu diubah menjadi Apotek Kimia Farma. Investasi awal itu sudah termasuk franchise fee Rp 100 juta untuk enam tahun, ya.Selain franchise fee, investasi awal untuk biaya merenovasi bangunan apotek, membeli barang dagangan, perlengkapan apotek, papan nama, grand opening, dan perizinan. Cuma, selain modal usaha, Anda sudah atau akan memiliki lokasi tempat usaha seperti ruko dengan luas minimal 60 m².Salah satu keunggulan menjadi mitra Apotek Kimia Farma, Imam mengatakan, format apotek modern dan dilengkapi layanan kesehatan terpadu yaitu pilihan praktik dokter (primary medical service) dan diagnostik sederhana (quick test). Tak hanya itu, ada dukungan pengelolaan usaha kepada terwaralaba atawa franchisee, misalnya, set up usaha (mulai survei lokasi, desain, dan kelayakan), rekrutmen dan training, pemasaran, serta bantuan analisis kinerja apotek. Tapi, ada management fee sebesar 1,5 % dari nilai penjualan termasuk pajak pertambahan nilai (PPN). Sedang perkiraan balik modalnya sekitar empat tahun.Imam menjelaskan, pengembangan usaha dengan pola waralaba sekaligus merupakan upaya melibatkan masyarakat dalam bisnis kesehatan yang prospeknya kian membaik. "Apotek Kimia Farma mengusung konsep smart healthcare," terangnya. Saat ini, Apotek Kimia Farma menjadi pemimpin pasar apotek dengan jaringan mencapai 412 apotek.Tawaran waralaba lainnya datang dari Apotek K-24. Namun, investasi awalnya lebih gede. Anda harus merogoh kocek sebesar Rp 800 juta untuk gerai seluas 60 m² di Pulau Jawa. Investasi segede itu sudah termasuk royalty merk dan initial franchise fee selama enam tahun, sewa bangunan selama setahun, sistem dan software IT, stok obat, modal kerja tiga bulan, inventaris gerai seperti AC dan genset, biaya pelatihan awal, serta perizinan usaha. "Franchise fee-nya adalah 1,5% dari omzet per bulan," kata Menni, Franchise Sales Apotek K-24.Waktu yang dibutuhkan hingga soft opening apotek sekitar dua bulan hingga tiga bulan. Tahap pra-operasional meliputi penentuan apoteker, lalu pengurusan perizinan, renovasi bangunan apotek, rekrutmen karyawan, pengadaan stok obat, serta peralatan apotek.Menni memperkirakan, dalam tempo tiga tahun mitra usaha bisa balik modal. Asalkan, target penjualan tahunan dan margin tercapai, serta biaya operasional bisa dikendalikan. Tapi, ada mitra yang balik modal lebih cepat dari tiga tahun, lo, lantaran pertumbuhan penjualan yang sangat baik.Tapi sekarang, banyak sekali tawaran kemitraan apotek. Dus, Anda harus betul-betul cermat saat memilih mitra usaha. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Jual obat-obatan, kantong menjadi sehat
Sesosok pria berjalan tergesa-gesa memasuki sebuah apotek setelah memarkir sepeda motornya. "Mau beli Captopril, berapa harganya?" tanya dia singkat. "Ada pak, tunggu sebentar," jawab seorang perempuan muda berparas manis menyambut dengan ramah. Setelah membayar sejumlah uang di kasir, pria paruh baya itu berlalu keluar dari apotek sambil menenteng bungkusan kecil. Tak berselang lama, datang seorang ibu menggendong anaknya yang masih balita. "Ada obat batuk buat anak?" tanyanya. "Oh, ada. Maaf, batuknya berdahak atau kering?" perempuan muda tadi balik bertanya.Begitulah sepintas gambaran pelayanan Apotek Budi Farma di Jalan Raya Bogor Km 35,5 Perumahan Jatijajar Blok B1 Nomor 17 Depok. KONTAN menyambangi apotek tersebut pada akhir pekan lalu untuk bertemu dengan si empunya. Selama menunggu kurang lebih 15 menit, KONTAN mengamati isi ruangan apotek yang terbilang cukup luas, sekitar 130 meter persegi (m²).Ruangan apotek ini berpendingin udara dengan pencahayaan lampu yang cukup terang, sehingga membawa kesan nyaman bagi pengunjung. Beragam jenis dan merek obat pun tersusun apik di sejumlah rak dan etalase yang berderet rapi.Jika diperhatikan lebih cermat, stok obat yang ada di apotek itu lumayan banyak dan komplet. Tak cuma obat, barang-barang non-obat, seperti perlengkapan bayi dan ibu menyusui dan kosmetik, ada.Chazali Situmorang, sang pemilik Apotek Budi Farma, bercerita, apoteknya sudah hampir sepuluh tahun beroperasi. Tapi, kondisi sekarang jauh berbeda dibanding awal apotek berdiri. Waktu itu dia merintis usaha jualan obat-obatan tersebut dari nol. Seiring waktu berjalan, Apotek Budi Farma yang kini punya cabang di Bogor sudah meraup omzet hingga ratusan juta rupiah. "Padahal hari pertama buka dulu, omzet cuma Rp 500.000," kenangnya.Tahan krisis Lulusan pendidikan apoteker Universitas Sumatra Utara ini memutuskan membuka usaha apotek tahun 2005 silam. Sebelumnya, ia adalah penanggung jawab apotek milik orang lain di beberapa daerah ketika masih bertugas sebagai pegawai Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). "Suatu saat nanti, saya harus punya apotek sendiri. Saya punya ilmunya, kok, kenapa kerjasama dengan orang lain," ujar Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional ini, mengenang kisah 30 tahun lalu.Selain punya bekal ilmu dan pengalaman dalam mengelola apotek, Chazali optimistis, bisnis apotek menjanjikan dan prospek usahanya juga bagus. Sebab itu, selepas pensiun nanti, ia berencana menambah jumlah gerai apoteknya.Memang, hingga saat ini, apotek merupakan bisnis tanpa krisis. Sehebat apa pun krisis melanda Indonesia, pertumbuhan apotek tak pernah surut. Di tengah kepanikan dan keterjepitan ekonomi, berbagai penyakit malah timbul. Alhasil, apotek tetap subur berkembang mengiringi pertumbuhan bisnis rumah sakit dan klinik.Imam Fathorrahman, Direktur Utama PT Kimia Farma Apotek, juga melihat bisnis apotek terbukti terus melaju di tengah krisis. Itu sebabnya, usaha apotek bisa menjadi pilihan investasi yang menarik bagi masyarakat. "Tahun 2012 lalu pertumbuhan apotek lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu mencapai 6,5%," katanya.Dan, prospek apotek makin cerah menyusul pengoperasian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan per 1 Januari 2014 lalu, yang mengkaver seluruh penduduk negara kita. Tentu, kebutuhan obat-obatan akan meningkat.Amir Karamoy, pengamat waralaba, juga sepakat bisnis yang terkait kefarmasian memiliki prospek kinclong. Selain tahan banting, kesadaran masyarakat dalam memelihara kesehatan juga kian membaik. Tak heran, keberadaan apotek waralaba alias franchise semakin menjamur. "Usaha apotek jalan terus meski terjadi krisis ekonomi, karena kebutuhan obat naik," ungkapnya.Bisnis apotek juga makin tumbuh subur sejalan jumlah penduduk yang bertambah. Menurut Amir, jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta jiwa merupakan pasar yang sangat besar. Dan, kebutuhan obat juga kian besar setelah BPJS Kesehatan optimal melayani masyarakat.Segendang sepenarian, Chazali menilai, peran apotek dan apoteker sangat penting di era jaminan kesehatan nasional. Setiap tahun kebutuhan obat bertambah terutama di kota-kota besar dan daerah pusat pertumbuhan ekonomi.Makanya, bisnis yang terkait dengan medis, seperti obat dan alat kesehatan, terbilang stabil dan tidak terpengaruh perubahan ekonomi. "Pertumbuhan apotek juga mengikuti laju ekonomi," tambah Chazali.Bisnis apotek yang pesat juga ditopang angka pertumbuhan industri farmasi di tanah air yang tinggi. "Industri farmasi mampu tumbuh rata-rata 12%–13% per tahun," sebut Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi.Kementerian Kesehatan mencatat, selama tahun 2011-2013 terdapat investasi baru di sektor farmasi dengan nilai Rp 1,5 triliun. Sedang investasi yang mengalir untuk peningkatan fasilitas produksi obat yang lebih bermutu untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor mencapai Rp 2,5 triliun. Pertumbuhan pasar farmasi di Indonesia diproyeksikan tertinggi keempat di kawasan Asia Pasifik sepanjang periode 2011-2015. Usaha sendiri Melihat pasar yang sangat besar itu, tak heran apotek menjamur di mana-mana bahkan hingga kompleks perumahan. Anda tertarik meracik untung dari usaha apotek? Ada dua pilihan cara, yakni membuka sendiri secara mandiri atau menjadi mitra jaringan apotek yang sudah mapan.Kedua pilihan punya plus dan minus. Namun, dua-duanya sama-sama membutuhkan totalitas waktu dan perhatian Anda untuk menjalankan bisnis apotek. Cuma, "Kalau ingin untungnya besar, lebih baik buka usaha apotek sendiri, jangan waralaba," saran Chazali.Bagaimana, mau buka apotek sendiri? Jika mantap ingin mendirikan usaha sendiri, Chazali membeberkan, pemilihan lokasi gerai sangat menentukan kelanjutan usaha Anda ke depan. Survei lapangan dibutuhkan untuk mengukur strategis atau tidak lokasi yang Anda pilih.Tak terhitung apotek yang gulung tikar gara-gara tidak cermat dalam membaca lokasi. Chazali mengemukakan, ada dua parameter menentukan lokasi yang pas untuk usaha apotek. Pertama, pendekatan lingkungan atau komunitas, seperti perumahan padat penduduk atau kawasan industri yang banyak pekerja. Kedua, pendekatan kawasan bisnis. Biasanya lokasi apotek yang cocok berada di jalan utama atau pusat perbelanjaan.Selain dua parameter tadi, Chazali menambahkan, aspek yang juga harus Anda perhatikan adalah angka kesakitan dalam suatu kawasan. Hal ini untuk mengukur tingkat kebutuhan obat di masyarakat.Soal dana investasi, Chazali mengungkapkan, tidak harus langsung bermodal besar untuk membuka apotek. Modal bisa Anda tingkatkan secara bertahap sesuai pertumbuhan penjualan. Bujet awal sebesar Rp 80 juta sampai Rp 100 juta sudah cukup untuk memulai usaha apotek kecil-kecilan. Hanya sebaiknya, dengan dana sebesar itu, tempat untuk mendirikan apotek ialah milik sendiri bukan sewa. "Modal awal ini sebagian besar untuk stok obat-obatan, peralatan, biaya listrik, serta gaji pegawai," jelasnya.Lalu, darimana memperoleh pasokan obat? Chazali menyebutkan, untuk saat ini tidak susah mencari obat. Kalau jumlah kecil, Anda bisa mencari di pasar obat yang menjual secara eceran. Sementara, jika butuh dalam jumlah besar, Anda bisa bekerjasama dengan pedagang besar farmasi atau distributor obat. Cuma, Anda harus cermat dalam memilih obat, jangan asal banyak membeli obat tapi pergerakannya rendah.Tak hanya itu, Anda juga jangan gampang tertarik untuk memborong obat atau barang non-obat dari distributor yang memberikan diskon tinggi. Biasanya, pemberian potongan harga yang fantastis merupakan strategi untuk obat yang tingkat penjualannya rendah. Ingat juga, belilah obat yang memiliki faktur resmi dari produsen agar terhindar dari obat palsu.Nah, dari penjualan obat, marginnya berkisar antara 20%–30%. "Tapi, setiap daerah margin penjualannya bisa berbeda-beda. Kalau di Depok, bisa 20% lebih," aku Chazali.Penting juga dicatat, bisnis apotek pastinya tidak akan jalan tanpa ada apoteker dan asisten apoteker. Sebab, salah satu syarat pendirian apotek adalah ada apoteker sebagai penanggungjawab operasional.Untuk mendapatkan tenaga apoteker dan asisten apoteker, Chazali menuturkan, bisa Anda peroleh dari asosiasi apoteker atau mendatangi universitas-universitas yang membuka jurusan profesi apoteker.Jangan lupa, Anda juga harus mengurus izin usaha apotek ke Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) yang ada di masing-masing daerah jika tidak ingin mendapat cap apotek ilegal. Persyaratannya antara lain salinan surat keterangan apoteker, daftar nama asisten apoteker, izin gangguan/HO, rekomendasi dari Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI), dan daftar obat.Meski syaratnya banyak, dari pengalamannya, Chazali bercerita pengurusan izin usaha apotek tidak sulit. Izin dari BPPT keluar paling lama 14 hari jika semua persyaratan lengkap. Soal tarif retribusi sudah ada batasannya dan tidak mahal, kok. Tentu mahal kalau pakai pihak ketiga. Jadi sebaiknya mengurus izin sendiri. "Tarif untuk izin gangguan cuma Rp 500.000," sebutnya.Juga tidak kalah penting adalah pelatihan bagi karyawan dan kontrol terhadap manajemen obat. "Ingat, apotek merupakan bisnis ritel yang harus betul-betul diawasi pergerakannya," pesan Chazali.Jangan lupa, yang juga menjadi kunci utama dalam mengembangkan usaha apotek adalah pelayanan terbaik kepada pelanggan. Maksudnya, upayakan ketika konsumen membeli obat, barangnya ada, jangan sampai kosong. Jika tidak, pelanggan bakalan lari.Jalur KemitraanYang enggak mau repot berburu apoteker, mencari stok obat, dan mengurus izin usaha, Anda bisa mengambil jalur kemitraan. Pilihannya cukup banyak. Salah satu tawaran datang dari Apotek Kimia Farma. Anak usaha PT Kimia Farma Tbk ini menawarkan format bisnis franchise alias waralaba.Syaratnya, investor cukup menyediakan modal sebesar Rp 510 juta untuk apotek baru, atau Rp 400 juta buat apotek konversi. Maksudnya, Anda sudah punya apotek lalu diubah menjadi Apotek Kimia Farma. Investasi awal itu sudah termasuk franchise fee Rp 100 juta untuk enam tahun, ya.Selain franchise fee, investasi awal untuk biaya merenovasi bangunan apotek, membeli barang dagangan, perlengkapan apotek, papan nama, grand opening, dan perizinan. Cuma, selain modal usaha, Anda sudah atau akan memiliki lokasi tempat usaha seperti ruko dengan luas minimal 60 m².Salah satu keunggulan menjadi mitra Apotek Kimia Farma, Imam mengatakan, format apotek modern dan dilengkapi layanan kesehatan terpadu yaitu pilihan praktik dokter (primary medical service) dan diagnostik sederhana (quick test). Tak hanya itu, ada dukungan pengelolaan usaha kepada terwaralaba atawa franchisee, misalnya, set up usaha (mulai survei lokasi, desain, dan kelayakan), rekrutmen dan training, pemasaran, serta bantuan analisis kinerja apotek. Tapi, ada management fee sebesar 1,5 % dari nilai penjualan termasuk pajak pertambahan nilai (PPN). Sedang perkiraan balik modalnya sekitar empat tahun.Imam menjelaskan, pengembangan usaha dengan pola waralaba sekaligus merupakan upaya melibatkan masyarakat dalam bisnis kesehatan yang prospeknya kian membaik. "Apotek Kimia Farma mengusung konsep smart healthcare," terangnya. Saat ini, Apotek Kimia Farma menjadi pemimpin pasar apotek dengan jaringan mencapai 412 apotek.Tawaran waralaba lainnya datang dari Apotek K-24. Namun, investasi awalnya lebih gede. Anda harus merogoh kocek sebesar Rp 800 juta untuk gerai seluas 60 m² di Pulau Jawa. Investasi segede itu sudah termasuk royalty merk dan initial franchise fee selama enam tahun, sewa bangunan selama setahun, sistem dan software IT, stok obat, modal kerja tiga bulan, inventaris gerai seperti AC dan genset, biaya pelatihan awal, serta perizinan usaha. "Franchise fee-nya adalah 1,5% dari omzet per bulan," kata Menni, Franchise Sales Apotek K-24.Waktu yang dibutuhkan hingga soft opening apotek sekitar dua bulan hingga tiga bulan. Tahap pra-operasional meliputi penentuan apoteker, lalu pengurusan perizinan, renovasi bangunan apotek, rekrutmen karyawan, pengadaan stok obat, serta peralatan apotek.Menni memperkirakan, dalam tempo tiga tahun mitra usaha bisa balik modal. Asalkan, target penjualan tahunan dan margin tercapai, serta biaya operasional bisa dikendalikan. Tapi, ada mitra yang balik modal lebih cepat dari tiga tahun, lo, lantaran pertumbuhan penjualan yang sangat baik.Tapi sekarang, banyak sekali tawaran kemitraan apotek. Dus, Anda harus betul-betul cermat saat memilih mitra usaha. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News