KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Juru Bicara (Jubir) Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Dedek Prayudi menegaskan, pasangan Capres-Cawapres nomor urut 02 100% akan melanjutkan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Pria yang sekaligus Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini menjelaskan, tidak melanjutkan IKN, maka artinya menentang UU No 21 Tahun 2023 perubahan UU No 3 tahun 2022 tentang IKN.
Baca Juga: Pembangunan IKN Berlanjut, Ini Deretan Emiten yang Bakal Diuntungkan "Tidak melanjutkan IKN berarti menentang UU no 3 tahun 2022 tentang IKN. Dalam konteks ketatanegaraan, tugas eksekutif adalah melaksanakan UU walaupun dalam konteks politik hukum, eksekutif dapat menerbitkan Perppu di dalam sistem Presidensiil," kata Dedek dihubungi Kontan.co.id, Minggu (26/11). Oleh karenanya, Ia menilai bahwa Capres nomor urut 01 yakni Anies Baswedan seharusnya bisa lebih teliti dalam membuat statement soal IKN. Pasalnya kewajiban kelanjutan pembangunan IKN sudah diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2022 yang sudah direvisi menjadi UU No 21 Tahun 2023 tentang IKN.
Baca Juga: WIKA: Progres Proyek Istana Presiden di IKN di Kawasan IKN Sudah 36,58% "Mungkin pak Anies harus lebih teliti dalam membuat statement soal IKN karena bisa saja melanggar UU, berpotensi justru membiarkan ketimpangan yang semakin melebar antara pulau Jawa dan yang lainnya serta membuat Jakarta tenggelam pada 2050 seperti yang pernah diprediksi," jelasnya. Ia menjelaskan, Jakarta sebagai pusat Pemerintahan dan pusat ekonomi dan bisnis sekaligus sudah tak mampu menanggung beban kependudukan. Dimana dengan jumlah penduduk lebih dari 10 juta jiwa dan luas wilayah 661 km², Jakarta memiliki kepadatan penduduk kurang lebih 16.000 per km². Dedek mengatakan hal tersebut membuat Jakarta menjadi salah satu kota terpadat di dunia. "Kepadatan Kuala Lumpur kurang lebih 6.800 per km². Singapura kurang lebih 8.500 km². Kepadatan Jakarta sama dengan kurang lebih Singapura dan KL digabung," jelasnya.
Baca Juga: Pemilu 2024, Ahmad Syaikhu: PKS Menang, Ibu Kota Tetap di Jakarta Dengan kepadatan tersebut, Ia menjelaskan berdampak pada air tanah di satu kilometer persegi terus disedot oleh 15.000 orang sehingga permukaan tanah di DKI amblas 6-18cm² per tahun. "Tidak heran DKI diprediksi tenggelam kalau tak ada perubahan radikal," imbuhnya. Kemudian dampak berikutnya adalah limbah warga DKI sekitar 7.500 ton per hari. Jumlah tersebut kata Dedek sama seperti sebesar Candi aborobudur. Menurutnya, IKN bukan memindahkan Jakarta ke Ibukota baru tapi memisahkan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi bisnis. Hal tersebut sama seperti yang dilakukan di Australia yakni Sydney-Canberra, kemudian New Zealand yakni Auckland-Wellington, serta AS yakni Washington-New York. Dipilihnya Penajam Passer sebagai Ibukota baru merupakan lanjutkan dari apa yang pernah dicita-citakan oleh pendiri bangsa.
Baca Juga: AMIN Kritik Pembangunan IKN, Prabowo-Gibran: IKN 100% Harus Dilanjutkan Selain itu, Penajam Passer memiliki landasan geopolitik yang kuat tentang Ibukota negara yang berlokasi di tengah-tengah peta Indonesia. "Dipilihnya Penajam Passer merupakan bukti konkret bahwa kita sedang menggeser orientasi pembangunan nasional dari Jawa-Sentris menjadi Indonesia sentris," ujarnya. Sebelumnya dalam Dialog Terbuka Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah, Capres nomor urut 01 Anies Baswedan mengatakan, pembangunan kota baru dalam hal ini IKN berpotensi tidak akan menghasilkan pemerataan. Dimana, IKN menurutnya justru akan menghasilkan sebuah kota baru yang akan berpotensi menimbulkan ketimpangan dengan daerah-daerah di sekitarnya. "Ketika tujuan membangun kota baru adalah dengan alasan pemerataan maka itu tidak menghasilkan pemerataan yang baru. Mengapa? Karena itu menghasilkan sebuah kota baru yang timpang dengan daerah-daerah yang ada di sekitarnya," kata Anies dikutip dari Kanal YouTube Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Baca Juga: Anggaran Pembangunan IKN Baru Cair Rp 13 Triliun Menurutnya, untuk menghasilkan pemerataan di Indonesia yang harus dilakukan adalah membangun kota-kota kecil menjadi menengah. Kemudian kota-kota menengah menjadi kota besar. "Bukan hanya membangun satu kota di tengah-tengah hutan. Karena membangun satu kota di tengah hutan itu sesungguhnya menimbulkan ketimpangan yang baru. Jadi antara tujuan dengan langkah yang dikerjakan itu nggak nyambung," ungkapnya. Anies mengatakan, mewujudkan Indonesia yang setara dan merata bukan hanya membangun satu kota, namun dengan membesarkan semua kota di seluruh wilayah Indonesia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto