Juli, kenaikan tarif cukai rokok



JAKARTA. Tak ada cara lain bagi pemerintah, supaya bisa menutupi target penerimaan cukai di tahun 2015 selain menaikan tarif. Namun, rencana ini perlu dilakukan dengan perhitungan yang sangat hati-hati, sebab 1 Januari 2015 lalu pemerintah sudah menaikan tarif cukai hasil tembakau.

Direktur Penerimaan dan Kepabeanan Bea Cukai Susiwijono Moegiarso mengatakan, kemungkinan besar kenaikan tarif cukai hasil tembakau dilakukan pada bulan Juli. Sementara, untuk kenaikan tarifnya sendiri akan lebih kecil dibanding pada Januari lalu.

Saat itu, pemerintah menaikan tarif hasil tembakau rata-rata semua golongan dan layer 8,72% , tetapi untuk rata-rata tertimbang kenaikannya sebesar 10,4%. Kenaikan terjadi untuk rokok golongan 1 layer 2, yaitu rokok jenis kretek putih sebesar 16%.


Kenaikan tarif itu dinilai sudah tinggi, jadi supaya Industri tidak terganggu maka diperlukan waktu serta penetapan tarif yang tidak terlalu tinggi. "Paling mungkin ya bulan Juli atau Agustus," kata Susiwijono, Jumat (6/2) di Jakarta.

Sebab, waktu enam bulan dinilai cukup bagi Industri untuk melakukan adjustment harga di pasar. Apalagi, setiap perubahan tarif, akan ada jeda waktu hingga enam bulan untuk menyesuaikan harga jual di pasar.

Dengan kenaikan tarif, maka target penerimaan cukai tahun 2015 yang naik menjadi Rp 147 triliun, dari Rp 118 triliun di tahun lalu bisa terpenuhi. Sebaliknya, akan sulit tercapai jika tidak menaikkan tarif.

Asumsinya begini, untuk mengejar tambahan target yang sekitar Rp 27 triliun pemerintah mengandalkan dari kenaikan volume produksi rokok dari 354 miliar batang di tahun lalu menjadi 358 miliar batang. Pertumbuhan produksi rokok diperkirakan akan lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya, yang rata-rata mencapai 7%.

Kedua, pemerintah akan mengandalkan optimalisasi dengan melakukan operasi besar-besaran. Potensi tambahan dari kebijakan ini hanya akan mencapai sekitar Rp 2 triliun saja. Yang ketiga dengan ekstensifikasi, menambah objek cukai yang baru.

Sejauh ini yang kemungkinan ditambah adalah minuman bersoda dan rokok jenis rembesan yang selama ini tidak dikenakan cukai. Potensi dari ekstensifikasi juga kecil hanya Rp 2 triliun, kebijakan ini juga masih belum jelas karena masih membutuhkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta kementerian kesehatan.

Dengan hitung-hitungan itu, gap antara target dengan potensi masih kurang sekitar Rp 7 triliun. Kebijakan peningkatan tarif adalah untuk menutupi kekurangannya.

Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Didik J Rachbini mengatakan, ke depan pemerintah reformasi kebijakan perpajakan mereka, termasuk di dalamnya cukai. Cukai selama ini hanya mengandalkan alkohol dan rokok, padahal banyak hal yang bisa dijadikan objek cukai. Misalnya saja kendaraan dan bahan bakar, yang diluar negeri sudah dikenakan cukai. Selain untuk mendorong penerimaan, hal itu dapat mengendalikan konsumsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie