Jumlah BPR Terus Menurun Akibat Konsolidasi dan Likuidasi



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Bank Perekonomian Rakyat (BPR) selama semester I 2023 menunjukkan jumlah penurunan yang signifikan. Hal ini terlihat dari data laporan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang rilis akhir Agustus lalu. 

LPS mencatat sejak Januari jumlah BPR tercatat sebanyak 1.606, jumlahnya menurun menjadi 1.584 per Juni 2023. Penurunan ini salah satunya disebabkan oleh aturan regulator dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mendorong konsolidasi BPR yang tertuang dalam POJK.

BPR diwajibkan memenuhi aturan modal inti sebesar Rp 3 triliun dan diwajibkan memenuhi modal inti minimum sebesar Rp 6 miliar paling lama di akhir tahun 2024. 


Baca Juga: Hingga Juni 2023 Ada 15,52 Juta Rekening di BPR, 99,97% Dijamin LPS

Mengingat masih terdapat BPR yang belum memenuhi modal inti tersebut, sehingga banyak BPR yang memutuskan untuk melakukan aksi merger.

Sampai 30 Juni 2023 LPS merinci, sebanyak 24 BPR dilaporkan telah melakukan merger. LPS juga mendata terdapat 1 BPR baru, dan 1 bank yang berubah izin usaha dari BU menjadi BPR.

Di sisi lain, terdapat 3 bank yang melakukan konversi dari bank konvensional menjadi bank syariah, dan 1 bank gagal yang dicabut izin usaha (CIU), lainnya terdapat 1 bank yang melakukan self liquidation.

Adapun 1 bank yang berstatus CIU adalah PT BPR Bagong Inti Marga dan sedang dalam telah dilakukan proses likuidasi oleh BPS.

Baca Juga: Dukung Perbaikan Akses Air Bersih, Danareksa Dorong Implementasi IWF

Melihat jumlah BPR yang dilikuidasi telah berkurang, dan jumlah BPR yang konsolidasi justru bertambah, maka tujuan regulator dari aturan tersebut tentunya adalah untuk menguatkan keuangan BPR, sehingga tidak lagi terjadi kebangkrutan, yang menyebabkan harus dilikuidasi.

Untuk diketahui, sejak tahun 2005 hingga saat ini, LPS telah melikuidasi sebanyak 1 Bank Umum, 105 BPR dan 13 BPRS.

Dari total jumlah bank yang dilikuidasi tersebut, LPS mencatat pembayaran klaim penjaminan simpanan per 31 Juli 2023 sebanyak Rp1,7 triliun, yang terdiri dari 271.240 rekening.

Direktur Group Riset LPS Herman Saherudin menyampaikan skema pembayaran klaim penjaminan simpanan oleh LPS kepada nasabah yang banknya dilikuidasi telah diatur sesuai dengan kebijakan LPS. 

Baca Juga: Simpanan di Perbankan Turun, Pertanda Apa?

"Terhitung 90 hari setelah BPR mengalami kebangkrutan, LPS segera bertindak dengan mengumumkan jangka waktu pembayaran klaim yang diperuntukkan untuk nasabah, setelahnya, nasabah dapat menghubungi pihak LPS untuk pengajuan klaim atau sebaliknya," kata Herman kepada Kontan beberapa waktu lalu.

Simpanan nasabah yang dapat diklaim adalah simpanan yang masuk dalam kategori layak bayar, yakni dengan batas jumlah simpanan Rp 2 miliar dan dengan tingkat bunga penjamin sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh LPS yakni 6,75% untuk BPR.

Sebagai contoh, penanganan Klaim Penjaminan PT BPRS Asri Madani Nusantara (Dalam Likuidasi) yang dinyatakan bangkrut per 15 September 2021. 

Adapun total simpanan tercatat sebesar Rp 16,20 miliar dengan total Rekening 2.476 Rekening. LPS melaporkan total Simpanan Layak Bayar yakni sebesar Rp 16,15 Miliar (99,68%) dengan 2.152 rekening (86,91%).

Sementara terdapat simpanan Tidak Layak Bayar (TLB) sebesar Rp 51,21 Juta (0,32%) dengan total Rekening 324 Rekening (13,09%).

LPS melakukan dropping dana sebesar Rp 15,59 Miliar atas 2.034 rekening simpanan dari total simpanan layak bayar sebesar Rp 16,20 miliar atas 2.476 rekening setelah memperhitungkan nilai maksimum penjaminan LPS Rp 2 Miliar, set-off terhadap pinjaman dan hasil penanganan keberatan nasabah yang diterima LPS.

Sekretaris Lembaga LPS, Dimas Yuliharto menyampaikan pihaknya akan terus fokus pada upaya mendukung dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan melalui penjaminan dan resolusi.

"LPS juga berupaya meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap tugas dan fungsi LPS di bidang penjaminan dan resolusi bank,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli