JAKARTA. Sudah tiga tahun, pemerintah menyalurkan dana desa. Jumlahnya pun terus meningkat. Dalam APBN-P 2015, pemerintah menyalurkan dana desa sebesar Rp 20,76 triliun. Sementara dalam APBN-P 2016, pemerintah menyalurkan dana desa sebesar Rp 46,98 triliun dan di tahun ini sebesar Rp 60 triliun. Meski telah menyumbang pertumbuhan ekonomi dan produk domestik bruto (PDB), pelaksanaan di tahun ketiga ini masih terdapat kekurangan. Terutama kesenjangan antar desa.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemkeu) Boediarso Teguh Widodo mengatakan, kategori desa dibagi menjadi lima. Yaitu, desa sangat tertinggal, desa tertinggal, desa berkembang, desa maju, dan desa mandiri. "Meski dana desa tiap tahun meningkat, tetapi desa tertinggal dan sangat tertinggal besar sekali," kata Boediarso dalam diskusi publik bertajuk di Demang Restaurant & Lounge Sarinah Jakarta, Kamis (3/8). Secara nasional, jumlah desa tertinggal dan sangat tertinggal mencapai 60% dari total desa. Ia mencontohkan, di Papua jumlah desa tertinggal dan sangat tertinggal mencapai 96% dari total desa. Di Jawa total dua kategori desa tersebut mencapai 31% dari total desa. Sementara di Sumatera, mencapai hampir 70% dari total desa. "Padahal di Sumatera dana desa yang diterima hampir sama dengan Jawa. Di Sumatera Rp 18 triliun, di Jawa Rp 19 triliun," tambah dia. Hal itu mendandakan, bahwa pemberian dana yang sama besar belum tentu memberikan hasil yang sama. Menurutnya, semua itu tergantung dari pengelolaan dan pemanfataannya serta ketepatan sasaran. Oleh karenanya, mulai tahun depan pemerintah akan menerapkan formulasi baru dalam penyaluran dana desa. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang telah diterbitkan April lalu.
Selama ini, penyaluran dana desa dilakukan dengan porsi 90% pembagian secara rata dan 10% dilihat berdasarkan empat aspek, yaitu jumlah penduduk desa, jumlah penduduk miskin desa, luas wilayah desa, dan Indeks Kemahalan Konsumen (IKK), yang masing-masing memiliki bobot tertentu pula. Namun dalam aturan baru, aspek IKK akan dihilangkan dan hanya menjadi faktor pengali. Selain itu, pemerintah akan memperbesar bobot aspek jumlah penduduk miskin. Langkah ini diharapkan memenuhi azas keadilan dan mempercepat pengentasan kemiskinan. "Untuk daerah-daerah khusus, tertinggal, perbatasan, kepulauan itu akan kita kasih afirmasi sama sehingga alokasinya jauh lebih besar dan punya kesempatan untuk mempercepat itu tadi (pengentasan kemiskinan)," kata Boediarso beberapa waktu lalu. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia