KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus kecelakaan kerja terus meningkat. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat pada tahun 2022 terdapat 298.137 kasus kecelakaan kerja. Jumlah kecelakaan kerja ini meningkat menjadi 370.747 kasus pada tahun 2023. Sementara sejak Januari hingga Oktober 2024 saja, angka tersebut telah mencapai 356.383 kasus kecelakaan kerja. Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam mengatakan, kecelakaan kerja menjadi perhatian serius Apindo.
Apindo menyadari aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sangat penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan produktif.
Baca Juga: Pemerintah Bentuk Satgas PHK Usai Kerek UMP 6,5%, Begini Respons Apindo Sejauh ini, Apindo aktif memberikan sosialisasi dan pengarahan kepada para anggotanya terkait pelaksanaan manajemen K3. "Pada tahun 2024, kami bekerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengadakan sosialisasi pengisian Norma 100, yang merupakan salah satu standar penting dalam implementasi K3," ujar Bob kepada Kontan, Rabu (15/1). Bob bilang, program tersebut bertujuan untuk memastikan perusahaan memahami dan mematuhi norma-norma keselamatan kerja yang berlaku. Selain itu, Apindo juga mengadakan seminar bersama perusahaan-perusahaan anggota Apindo tentang pentingnya kesehatan mental di tempat kerja. Apindo percaya bahwa kesehatan mental karyawan merupakan bagian tak terpisahkan dari manajemen K3 secara menyeluruh. Karena lingkungan kerja yang sehat secara mental dapat membantu mencegah risiko kecelakaan kerja akibat kelelahan atau stres. Apindo terus mendorong perusahaan anggota untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap manajemen K3, baik melalui pelatihan, seminar, maupun kerja sama dengan pemerintah. "Kami berharap langkah-langkah ini dapat membantu menekan angka kecelakaan kerja dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman bagi seluruh pekerja," ucap Bob.
Baca Juga: Dibanjiri Produk Impor, Kemenperin Akui Jumlah Tenaga Kerja di Industri TPT Berkurang Sementara itu, Pengamat Ketenagakerjaan Timboel Siregar mengatakan, pemberi kerja diberikan tanggungjawab untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja. Hal ini termaktub pada Pasal 1602w BW (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) - KUHPerdata (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) – Buku III Perikatan - Bab VIIA Perjanjian Kerja - Bagian 3 Kewajiban-kewajiban Majikan. Oleh karena itu agar perusahaan juga memiliki tanggungjawab memenuhi amanat Pasal 1602w, Timboel menilai perlunya diatur mekanisme urun biaya bagi pembiayaan pekerja yang mengalami kecelakaan kerja di tempat kerja, yang sudah lebih dari sekali akibat kelalaian perusahaan. Urun biaya yang dimaksud adalah, bila kasus kecelakaan kerja yang pertama terjadi di tempat kerja maka BPJS Ketenagakerjaan membayar full biaya kuratifnya. Bila terjadi kasus kedua maka perusahaan harus urun biaya kuratif misalnya sebesar 5% dari biaya kuratif yang timbul. Bila terjadi kasus ketiga nilai urun biaya menjadi 7% dan untuk kasus keempat sebesar 10%, dan kelima dan seterusnya sebesar 15%.
Baca Juga: Menteri Ketenagakerjaan Soroti Tren Peningkatan Jumlah Kecelakaan Kerja Timboel menilai urun biaya penting untuk menyadarkan seluruh pengusaha untuk tetap wajib mengimplementasikan Pasal 1602w KUH Perdata.
"Dan yang lebih utamanya adalah pekerja sebagai subyek yang harus dilindungi perusahaan dari kecelakaan kerja sehingga pekerja tetap bekerja dengan aman dan produktif," jelas Timboel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat