Jumlah Korban Tewas Akibat Banjir di Myanmar Meningkat Menjadi 113



KONTAN.CO.ID - NAYPYITAW. Jumlah korban tewas akibat banjir di Myanmar meningkat menjadi sedikitnya 113 hingga Sabtu malam, kata pemerintah militer negara itu pada Minggu. Banjir dipicu oleh hujan lebat yang disebabkan oleh Topan Yagi yang telah menyebabkan malapetaka di beberapa wilayah Asia Tenggara.

Setidaknya 320.000 orang telah mengungsi dan 64 orang masih hilang, kata juru bicara pemerintah Zaw Min Tun, menurut buletin larut malam di MRTV yang dikelola pemerintah.

"Pemerintah sedang melakukan misi penyelamatan dan rehabilitasi," kata dia.


Cuaca buruk akibat Topan Yagi, badai terkuat yang melanda Asia tahun ini, telah menewaskan ratusan orang di Vietnam dan Thailand. Banjir dari sungai yang meluap telah menggenangi kota-kota di kedua negara tersebut.

Baca Juga: Shanghai Bersiap Menghadapi Hantaman Langsung Topan Terkuat Sejak 1949

Banjir di Myanmar dimulai Senin lalu, dengan sedikitnya 74 orang tewas hingga Jumat, berdasarkan laporan media pemerintah.

Myanmar dilanda kekacauan sejak kudeta militer pada Februari 2021 dan kekerasan telah melanda sebagian besar wilayah negara itu.

Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (OCHA) mengatakan, hujan badai tersebut terutama memengaruhi ibu kota Naypyitaw, serta wilayah Mandalay, Magway, dan Bago, bersama dengan negara bagian Shan timur dan selatan, negara bagian Mon, Kayah, dan Kayin.

"Myanmar Tengah saat ini menjadi yang paling terdampak, dengan banyak sungai dan anak sungai mengalir turun dari perbukitan Shan," kata OCHA.

Baca Juga: Korban Tewas Akibat Topan Yagi di Vietnam Meningkat Menjadi 254 Orang

Laporan tentang lebih banyak kematian dan tanah longsor telah muncul. Tetapi pengumpulan informasi menjadi tantangan karena infrastruktur yang rusak dan saluran telepon dan internet yang terputus.

Media pemerintah juga melaporkan bahwa lima bendungan, empat pagoda, dan lebih dari 65.000 rumah hancur akibat banjir.

Sekitar sepertiga dari 55 juta penduduk Myanmar membutuhkan bantuan kemanusiaan tetapi banyak lembaga bantuan, seperti Komite Internasional Palang Merah, tidak dapat beroperasi di banyak wilayah karena pembatasan akses dan risiko keamanan.

Editor: Wahyu T.Rahmawati