Jumlah Pabrik Rokok Terus Berkurang, Berpotensi Picu Gelombang Pengangguran



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. 

Menurut Ketua Umum Gappri, Henry Najoan, peraturan tersebut, terutama Pasal 429-463 mengenai Pengamanan Zat Adiktif, mengancam keberlangsungan industri kretek nasional yang legal.

Henry Najoan menyoroti Pasal 435 yang mewajibkan produsen tembakau dan rokok elektronik memenuhi standardisasi kemasan.


Baca Juga: Pemerintah Diminta Moderat Rumuskan Cukai Hasil Tembakau Tahun Depan

Ia menilai pasal ini sebagai upaya terselubung untuk menerapkan kemasan polos, yang menurutnya merupakan tekanan dari kelompok anti-tembakau untuk meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Henry juga menegaskan bahwa proses penyusunan PP 28/2024 tidak transparan dan minim partisipasi, yang melanggar prinsip-prinsip yang diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2022. 

Ia menambahkan bahwa peraturan ini tidak hanya akan mematikan industri kretek, tetapi juga mengancam kesejahteraan petani tembakau, cengkeh, dan pekerja di sepanjang rantai nilai industri kretek nasional.

Baca Juga: Kemenkeu Pastikan Larangan Penjualan Rokok Eceran Tidak Ganggu Setoran ke Negara

Gappri mencatat bahwa industri kretek nasional telah mengalami penurunan signifikan, dengan jumlah pabrik yang berkurang dari 4.000 pada 2007 menjadi 1.100 pada 2022.

Henry memperingatkan bahwa penerapan PP 28/2024 dapat memicu gelombang pengangguran besar dan mengurangi penerimaan negara dari cukai tembakau.

Selain itu, Gappri menilai bahwa PP 28/2024 bertentangan dengan Kovenan Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang hak ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob). Mereka juga mengkhawatirkan potensi konflik sosial yang muncul dari implementasi peraturan ini.

"PP 28/2024 menunjukkan bahwa pemerintah tidak berhasil menyeimbangkan antara kesehatan publik dan ekonomi, lebih condong pada kepentingan asing," kata Henry dalam keterangannya,seperti dikutip Jumat (30/8). 

Baca Juga: Industri Rokok Kesulitan Mengembangkan Bisnis, Ini Sebabnya

Ia menegaskan bahwa kebijakan terkait industri tembakau seharusnya sepenuhnya menjadi keputusan pemerintah Indonesia, tanpa campur tangan pihak asing.

Gappri dengan keras menolak PP 28/2024, yang mereka anggap sebagai upaya untuk melemahkan industri kretek nasional oleh pihak asing yang disponsori oleh pesaing industri kretek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli