KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lelang Surat Utang Negara (SUN) yang digelar Selasa (2/3) kurang maksimal. Buktinya, jumlah penawaran pada lelang tersebut hanya Rp 49,73 triliun. Realisasi itu, turun dibandingkan lelang SUN sebelumnya yang mencapai Rp 60,84 triliun. Pemerintah pun akhirnya hanya mengambil Rp 17 triliun dari tujuh seri SUN yang ditawarkan. Walau begitu,
Head of Economics Research Pefindo Fikri C. Permana menilai, walau jumlah penawaran yang jauh dari yang diprediksi, tetapi secara
oversubcribe masih cukup baik.
"Secara nilai jauh dari ekspektasi, tetapi secara
oversubscribe hampir tiga kali jadi masih lumayan bagus," jelas dia kepada Kontan.co.id, Selasa (2/3). Fikri bilang, pasar obligasi Indonesia sebenarnya masih sangat menarik karena tidak ada sentimen yang signifikan terkait fundamental ekonomi Indonesia. Apalagi, dengan kebijakan bank sentral global, termasuk Federal Reserve dan Bank Indonesia yang masih akomodatif, dengan menganut suku bunga rendah di beberapa waktu ke depan. Lebih lanjut Fikri menyebut, jumlah penawaran yang turun pada lelang kali ini lebih disebabkan oleh
yield US Treasury yang naik. Kenaikan tersebut ditopang oleh adanya potensi peningkatan inflasi Amerika Serikat (AS) dalam jangka menengah panjang. Untuk seri kali ini pun, pemerintah cenderung memenangkan
yield terendah yang masuk. Fikri pun menyebut, pada lelang ini, lebih banyak diserap oleh bank sentral sehingga jumlah
yield rata-rata tertimbang lebih condong kepada
yield terendah.
Baca Juga: Pasar obligasi volatil, penawaran lelang SUN hari ini (2/3) hanya Rp 49,73 triliun "Saya pikir ada kebutuhan bank sentral untuk menjaga
yield berada di level yang rendah begitupun dengan BI. Jadi dengan koordinasi mereka terkait
burden sharing karena kalau
yield meningkat tentu beban untuk pemerintah dalam jangka panjang juga meningkat," terangnya. Pada lelang kali ini, SUN seri FR0087 menjadi seri yang paling banyak dibidik. Tercatat, lelang ini menerima jumlah penawaran sebesar Rp 15,24 triliun. Menurutnya, hal itu disebabkan seri tersebut memiliki tenor 10 tahun yang menjadi
benchmark. "Secara likuiditas tenor
benchmark untuk 5 tahun,10 tahun dan 15 tahun relatif lebih banyak dibandingkan tenor yang lain sehingga menjadi pertimbangan investor memilih FR0087," lanjut Fikri. Berkaca pada hasil itu, ia memproyeksikan lelang ke depan masih akan menarik karena secara fundamental tidak ada masalah jangka panjang terkait Indonesia. Kemudian, dari sisi
yield juga bisa lebih rendah karena secara fundamental pertubuhan ekonomi dibandingkan negara lain di Asia menjadi 3 terbaik walaupun masih negatif. Di sisi lain, Fikri pun menebak,
yield SUN tenor acuan 10 tahun masih bisa berada di bawah 6% jika rupiah dan inflasi tetap stabil. "Ditambah Indonesia sedang reformasi struktural, harusnya itu juga mendorong investasi lebih baik, tapi di sisi lain, hal tersebut saya pikir mungkin akan berdampak lebih panjang pada Indonesia sehingga tetap daya bayar kita lebih rendah sehingga
yield masih akan terjaga di 6,5%," imbuhnya.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto menambahkan, sebenarnya hasil lelang kali cukup baik. Mengingat, sejak akhir pekan lalu pasar keuangan dalam negeri cukup tertekan dengan perubahan
yield US Treasury "
Yield SUN sempat sampai ke 6,7%, tetapi sudah terjadi penguatan kembali sehingga
yield sekarang sekitar 6,5% untuk tenor 10 tahun yang ditopang pasar domestik yang baik," tegas dia. Oleh sebab itu, ia menilai pasar obligasi Indonesia masih dianggap menarik karena selain
yield yang termasuk tinggi dibandingkan negara lain, instrumen ini punya ketahanan cukup baik juga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari